Aditya Siswantara
4EB01
20212254
A. KEPERCAYAAN PUBLIK
Tiap auditor harus mendapatkan
kepercayaan publik guna memastikan jasanya dianggap memenuhi ekspektasi publik
yaitu setiap pihak yang berkepentingan dengan laporan audit maupun pihak yang
hanya memperhatikan kondisi organisasi yang telah diaudit. Auditor yang ingin
memperoleh kepercayaan publik harus menggunakan etika auditor. Dalam penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo (2001) dalam
Alim, Hapsari dan Purwanti (2007) yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang
dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis
akuntan, memiliki hasil kuesioner tertutup yang menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang
dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka.
Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga,
pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan.
Menurut Nugrahaningsih (2005) dalam
Alim dkk. (2007) etika akan mengaitkan penerapan kompetensi dan independensi
yang dimiliki auditor. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar
perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi
mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai
tanggungjawab menjadi kompeten dan menjaga integritas serta obyektivitas
mereka. Menurut Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia yang kelima yaitu
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, kompetensi menunjukkan terdapatnya
pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang
memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan
kecerdikan.
Ashton(1991) menunjukkan
bahwa dalam literatur psikologi, pengetahuan spesifik dan lama pengalaman
bekerja adalah faktor penting untuk meningkatkan kompetensi, namun ukuran
kompetensi tidak hanya 2 hal tersebut, terdapat pertimbangan-pertimbangan lain
dalam pembuatan keputusan yang baik. Hasil penelitian Bonner (1990)
mengemukakan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas membantu kinerja auditor
berpengalaman melalui komponen pemilihan dan pembobotan buksi hanya pada saat
penetapan risiko analitis. Choo dan Trotman (1991) memberikan bukti empiris
bahwa auditor berpengalaman lebih banyak
menemukan item-item yang tidak umum (atypical)
dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara auditor yang
berpengalaman dan yang kurang berpengalaman tidak memiliki perbedaan dalam
kemampuan menemukan item-item yang umum.
Sementara Independensi berasal dari
kata independen, artinya bahwa ia tidak boleh memihak baik terhadap klien yang
membayarnya maupun kepada pihak ketiga. Independensi akuntan publik merupakan
dasar utama kepercayaan masyarakat dalam menilai mutu jasa audit. Suryaningtyas
(2007) menjelaskan bahwa independensi akuntan publik memiliki dua aspek, yaitu:
1.
Independensi sikap mental (independence
in fact)
2. Independensi
penampilan (independence in appearance)
Independensi sikap mental akan muncul jika dalam
kegiatannya, akuntan publik sebagai auditor mampu mempertahankan sikap yang
tidak memihak, sepanjang pelaksanaan auditnya. Sedangkan sikap independensi
dalam penampilan berarti akuntan publik harus menghindari keadaan yang membuat
orang lain meragukan ketidakberpihakannya dalam pelaksanaan tugas.
Bila
auditor mampu untuk menjalankan etika auditor dengan baik pada kegiatannya
dengan berpedoman pada prinsip Kompetensi dan Kehati-hatian serta menggunakan
sikap independen, maka kualitas audit pun dapat dipandang baik dan kepercayaan publik
akan diraih.
B. TANGGUNG JAWAB AUDITOR KEPADA PUBLIK
Kegiatan ekonomi di suatu negara
tidak dapat berjalan baik dengan sendirinya, oleh karena itu diperlukan
berbagai organisasi dari beragam profesi yang mengatur kegiatan ekonomi
tersebut, salah satu profesi yang cukup berperan dalam memelihara tertibnya
kegiatan ekonomi adalah akuntan publik (salah satunya auditor), auditor
memberikan opini dalam laporan auditnya yang menjadi dasar kepercayaan para
pelaku ekonomi maupun masyarakat secara umum, laporan audit ini digunakan untuk menaikkan tingkat keandalan laporan
keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga
masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai
dasar untuk memutuskan sumber-sumber ekonomi.
Dalam menjalankan peran dalam dunia bisnis, auditor harus
memiliki kesadaran bahwa tanggung jawab yang diembannya cukup besar untuk
memenuhi kepentingan publik. Berbicara mengenai kepentingan publik, yang
termasuk publik dari profesi akuntan (termasuk auditor) terdiri dari berbagai
pihak, seperti yang tercantum dalam Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia,
antara lain: klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai,
investor dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya yang bergantung pada
obyektivitas dan integritas akuntan (termasuk auditor).
Profesi auditor bertanggung jawab
terhadap keandalan laporan keuangan dari berbagai macam bentuk perusahaan. Dalam
perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas yang bersifat terbuka (PT
Terbuka), saham perusahaan dijual kepada masyarakat umum melalui pasar modal,
dan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan terpisah dari manajemen
perusahaan. Dalam bentuk badan usaha ini, pemilik perusahaan menanamkan dana
mereka di dalam perusahaan dan manajemen perusahaan berkewajiban
mempertanggungjawabkan dana yang dipercayakan kepada mereka. Laporan Keuangan
yang dihasilkan sebagai bukti kinerja seluruh manajemen perusahaan kepada
pemilik perusahaan diharuskan memiliki informasi yang sesuai dengan prinsip
akuntansi dan keadaan operasi perusahaan sebenarnya, oleh karena itu auditor
dibutuhkan untuk memberikan asersi bahwa Laporan Keuangan yang disajikan oleh
manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar-dasar keputusan yang diambil
oleh investor dan kreditor, serta calon investor dan calon kreditor. Perusahaan
yang berbadan hukum Persekutuan Komanditer (Comanditaire
Vennootschap) memiliki sebagian sekutunya sebagai sekutu aktif yang menjadi
manajemen perusahaan dan sebagian yang lain bertindak sebagai sekutu diam.
Laporan Keuangan CV perlu diaudit agar sekutu diam dapat melihat pengelolaan
dana yang dilaksanakan oleh sekutu aktif.
Menurut standar auditing, auditor bertanggung
jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan
memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik
yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, oleh karena sifat bukti audit
dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun
bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi, auditor tidak bertanggung
jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa
salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan,
yang tidak material terhadap laporan keuangan. Jenis pendapat auditor dalam
paragraf pendapat Laporan Audit Independen antara lain: 1. Pendapat Wajar tanpa
Pengecualian 2. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas 3.
Pendapat Wajar dengan Pengecualian 4. Pendapat tidak Wajar dan Pernyataan tidak
Memberikan Pendapat. Auditor dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian atas salah
satu unsur laporan keuangan dan menyatakan pendapat wajar
dengan pengecualian atau menyatakan tidak memberikan pendapat, atau menyatakan pendapat tidak wajar atas unsur
laporan keuangan lainnya, apabila keadaan mengharuskan
perlakuan demikian. (PSA No.29).
C.
TANGGUNG JAWAB DASAR AUDITOR
Sebagai auditor,
terdapat beberapa tanggung jawab dasar yang tertulis dalam Aturan Etika
Kompartmen Akuntan Publik. Berikut ringkasannya:
300 Tanggung
Jawab Kepada Klien
301 Informasi Klien
yang Rahasia
Anggota
KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa
persetujuan dari klien.
Ketentuan
ini tidak dimaksudkan untuk:
(1) Membebaskan anggota KAP dari
kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar
dan prinsip-prinsip akuntansi
(2) Mempengaruhi kewajiban anggota
KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku
seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan
anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku
(3) Melarang review praktik profesional (review
mutu) seorang Anggota sesuai
dengan kewenangan IAI atau
(4) Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar
atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka
penegakan disiplin Anggota.
Anggota
yang terlibat dalam penyidikan dan review
di atas, tidak boleh memanfaatkannya untuk kepentingan diri pribadi mereka
atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya
dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi
sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah
diuangkapkan dalam butir (4) di atas atau review
praktik profesional (review mutu)
seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas.
302 Fee Profesional
A.
Besaran Fee
Besarnya fee Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain: risiko penugasan,
kompleksitasjasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk
melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan
pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan
klien dengan cara menawarkan fee yang
dapat merusak citra profesi.
B.
Fee Kontinjen
Fee
Kontinjen adalah
fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan
suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang
akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung dari hasil tertentu
tersebut. Fee dianggap tidak
kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal
perpajakan, jika dasar penerapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan
badan pengatur.
Anggota
KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee
kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi.
400 Tanggung
Jawab kepada Rekan Seprofesi
401 Tanggung Jawab
kepada Rekan Seprofesi
Anggota
wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan
yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.
402 Komunikasi
Antarakuntan Publik
Anggota
wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan
perikatan (engagement) audit
menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk
akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta usaha yang berlainan.
Akuntan
publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari
akuntan pengganti secara memadai.
403 Perikatan
Atestasi
Akuntan
publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi
dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih
dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk
memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan
yang berwenang.
501 Tanggung
Jawab dan Praktik Lain
501 Perbuatan dan
Perkataan yang Mendiskreditkan
Anggota
tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang
mencemarkan profesi.
D. INDEPENDENSI AUDITOR
Menurut
Mulyadi (2002) Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh,
tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain. Dalam
bagian A tulisan ini, bahwa Independensi memiliki 2 aspek, yaitu Independensi
sikap mental (independence in fact) dan
Independensi penampilan (independence in
appeareance), namun menurut Abdul Halim (2001:21), independensi dibagi
menjadi 3 aspek, yaitu:
1.
Independence in fact (independensi
dalam fakta)
2.
Indepencence in appearance (indepensensi
dalam penampilan)
3.
Independence in competence (independensi
dari sudut keahliannya atau kompetensinya)
Dalam
aspek independensi yang ketiga yaitu arinya auditor yang awam dalam electronic data processing system tidak
memenuhi independensi keahlian bila ia mengaudit perusahaan yang pengolahan
datanya memakai sistem informasi terkomputerisasi. Independensi dari sudut
pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.
Visi profesi abad 21 yang
diterbitkan IAI (1997) mencanangkan Kode Etik Akuntansi Indonesia agar anggota
profesi dapat menjaga dirinya dari kehilangan persepsi independensi. Pandangan
masyarakat terhadap indendensi penampilan Akuntan Publik ditetapkan karena
sikap independensi merupakan masalah mutu pribadi., bukan merupakan suatu
aturan yang dirumuskan. Menurut Suryaningtias (2007), dewasa ini independensi
akuntan publik menjadi sangat penting, terutama dalam memberikan kepastian
bahwa laporan keuangan yang diterbitkan suatu perusahaan tidak mengandung informasi
menyesatkan pemakainya. Dengan demikian, pemakai laporan keuangan sangat
bergantung pada pendapat Akuntan Publik sebelum memberikan kepercayaan pada
laporan keuangan. Apabila suatu laporan audit sudah diwarnai oleh sikap
keberpihakan, akuntan publik tersebut akan dianggap sebagai pihak yang
diragukan. Dalam penelitian Suryaningtias (2007), dapat ditemukan berbagai
faktor-faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, yaitu:
1. Hubungan keluarga berupa suami
atau istri, saudara sedarah semenda dengan klien.
Menurut Suryaningtias (2007), auditor
harus menghindari penugasan audit atas Laporan Keuangan klien jika ia memiliki
hubungan keluarga atau hubungan pribadi. Jika auditor mempunyai hubungan suami
atau istri, saudara sedarah semenda dengan klien, maka objektivitasnya akan
diragukan. Hal tersebut dapat dideteksi dari:
1. Istri atau anak akuntan publik
memiliki saham pada perusahaan klien
2. Orang tua, mertua, saudara
sekandung dari akuntan publik yang memiliki saham kepada klien.
3. Anak akuntan publik menjadi
direktur atau anggota dewan komisaris pada perusahaan klien.
2.
Hubungan usaha dan dengan antara klien, keuntungan dan kerugian terkait
klien tertentu.
Menurut
Suryaningtyas (2007), hubungan usaha dan keuangan klien dan auditor dapat
membuat auditor kehilangan independensinya dan mempengaruhi objektivitasnya. Adanya
kepentingan keuangan membuat seorang
auditor jelas berkepentingan dengan laporan audit yang akan diterbitkannya dan
jika saham yang dimiliki merupakan bagian yang materiil dari modal saham
perusahaan klien tersebut. Independensi auditor akan berkurang jika:
·
Akuntan
publik memiliki hubungan usaha dengan klien
·
Akuntan
publik memiliki hubungan keuangan dengan klien
·
Akuntan
publik memiliki hutang piutang dengan klien
·
Akuntan
publik memiliki saham bersama dengan perusahaan klien.
3. Keterlibatan dalam Usaha yang tidak
Sesuai
Keterlibatan
dalam usaha yang tidak sesuai tentu akan mengurangi independensi auditor
tersebut. Seorang auditor tidak boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan
lainnya yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan atau mempengaruhi
independensi pelaksanaan jasa profesional. Independensi auditor dapat menurun
jika:
·
Seorang
auditor melakukan kerjasama bisnis dengan perusahaan kliennya atau dengan salah
satu eksekutif dan pemegang saham lainnya
·
Seorang
auditor terlibat dalam usaha atau pekerjaan lainnya yang dapat menimbulkan
pertentangan kepentingan.
E.
PERATURAN PASAR MODAL DAN REGULATOR MENGENAI INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK
Pada tanggal
28 Februari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan
LK) telah menerbitkan aturan tentang independensi akuntan yang memberikan jasa
di pasar modal, yaitu dengan berdasarkan Peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran
Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang Independensi
Akuntan Yang Memberikan Jasa di Pasar Modal.
Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal 28
Pebruari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan penyempurnaan atas
peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan kemudahan
bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa
profesional sesuai bidang tugasnya. Berikut adalah keputusannya :
KEPUTUSAN
KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL
NOMOR: KEP-
20 /PM/2002
TENTANG
INDEPENDENSI
AKUNTAN YANG MEMBERIKAN JASA AUDIT
DI PASAR
MODAL
KETUA BADAN
PENGAWAS PASAR MODAL,
Menimbang :
a. bahwa untuk
memenuhi prinsip keterbukaan, Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan
laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum;
b. bahwa untuk
meningkatkan kualitas keterbukaan laporan keuangan Emiten atau Perusahaan
Publik maka diperlukan pendapat atau penilaian yang independen dan profesional
dari Kantor Akuntan Publik dan Akuntan;
c. bahwa
sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk menetapkan
Keputusan Ketua Bapepam tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit
di Pasar Modal;
Mengingat :
1. Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608);
2. Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal
(Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3617);
3. Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Pemeriksaan Di Bidang Pasar Modal (Lembaran
Negara Tahun 1995 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3618);
4. Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 7/M Tahun 2000;
5. Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan
Publik;
Menetapkan :
KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL TENTANG INDEPENDENSI AKUNTAN YANG
MEMBERIKAN JASAAUDIT DI PASAR MODAL
Pasal 1
Ketentuan
mengenai Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal, diatur
dalam
Peraturan
Nomor: VIII.A.2 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini.
Pasal 2
Keputusan
ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
PERATURAN
NOMOR VIII.A.2
:
INDEPENDENSI AKUNTAN YANG MEMBERIKAN
JASA AUDIT
DI PASAR MODAL
1. Definisi
dari istilah-istilah pada peraturan ini adalah :
a. Periode
Audit dan Periode Penugasan Profesional :
1) Periode
Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang diaudit atau
yang direview; dan
2) Periode
Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk mengaudit atau mereview laporan
keuangan klien atau untuk menyiapkan laporan kepada Bapepam.
b. Anggota
Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak, baik didalam maupun
diluar tanggungan, dan saudara kandung.
c. Fee
Kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional
yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah
fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak
kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal
perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan
badan pengatur.
d. Orang
Dalam Kantor Akuntan Publik adalah:
1) Orang
yang termasuk dalam Tim Penugasan Audit yaitu sema rekan, pimpinan, dan
karyawan professional yang berpartisipasi dalam audit, review, atau penugasan
atestasi dari klien, termasuk mereka yang melakukan penelaahan lanjutan atau
yang bertindak sebagai rekan ke dua selama Periode Audit atau penugasan
atestasi tentang isu-isu teknis atau industri khusus, transaksi, atau kejadian
penting;
2) Orang
yang termasuk dalam rantai pelaksana/perintah yaitu semua orang yang:
a) mengawasi
atau mempunyai tanggung jawab manajemen secara langsung terhadap audit;
b)
mengevaluasi kinerja atau merekomendasikan kompensasi bagi rekan dalam
penugasan audit; atau
c)
menyediakan pengendalian mutu atau pengawasan lain atas audit; atau
3) Setiap
rekan lainnya, pimpinan, atau karyawan profesional lainnya dari Kantor Akuntan
Publik yang telah memberikan jasa-jasa non audit kepada klien.
e. Karyawan
Kunci yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang
meliputi anggota Komisaris, anggota Direksi, dan manajer dari perusahaan.
2. Jangka
waktu Periode Penugasan Profesional:
a. Periode
Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau
penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu.
b. Periode
Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau
pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa
penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.
3. Dalam
memberikan jasa profesional, khususnya dalam memberikan opini atau penilaian,
Akuntan wajib senantiasa mempertahankan sikap independen. Akuntan tidak
independen apabila selama Periode Audit dan selama Periode Penugasan
Profesionalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun Orang Dalam Kantor
Akuntan Publik :
a. mempunyai
kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material pada klien,
seperti :
1) investasi
pada klien; atau
2)
kepentingan keuangan lain pada klien yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan.
b. mempunyai
hubungan pekerjaan dengan klien, seperti :
1) merangkap
sebagai Karyawan Kunci pada klien;
2) memiliki
Anggota Keluarga Dekat yang bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam
bidang akuntansi dan keuangan;
3) mempunyai
mantan rekan atau karyawan profesional dari Kantor Akuntan Publik yang bekerja
pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi dan keuangan, kecuali
setelah lebih dari 1 (satu) tahun tidak bekerja lagi pada Kantor Akuntan Publik
yang bersangkutan; atau
4) mempunyai
rekan atau karyawan profesional dari Kantor Akuntan Publik yang sebelumnya
pernah bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi dan
keuangan, kecuali yang bersangkutan tidak ikut melaksanakan audit terhadap
klien tersebut dalam Periode Audit.
c. mempunyai
hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material dengan klien,
atau dengan karyawan kunci yang bekerja pada klien, atau dengan pemegang saham
utama klien. Hubungan usaha dalam butir ini tidak termasuk hubungan usaha dalam
hal Akuntan, Kantor Akuntan Publik, atau Orang Dalam Kantor Akuntan Publik
memberikan jasa audit atau non audit kepada klien, atau merupakan konsumen dari
produk
barang atau jasa klien dalam rangka menunjang kegiatan rutin.
d.
memberikan jasa-jasa non audit kepada klien seperti :
1) pembukuan
atau jasa lain yang berhubungan dengan catatan akuntansi klien;
2) atau laporan
keuangan;
3) desain
sistim informasi keuangan dan implementasi;
4) penilaian
atau opini kewajaran (fairness opinion);
5) aktuaria;
6) audit
internal;
7)
konsultasi manajemen;
8)
konsultasi sumber daya manusia;
9)
konsultasi perpajakan;
10) Penasihat
Investasi dan keuangan; atau
11)
jasa-jasa lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
e.
memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar Fee Kontinjen atau
komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau komisi dari klien.
4. Sistim
Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik wajib mempunyai sistem pengendalian
mutu dengan tingkat keyakinan yang memadai bahwa Kantor Akuntan Publik atau
karyawannya dapat menjaga sikap independen dengan mempertimbangkan ukuran dan
sifat praktik dari Kantor Akuntan Publik tersebut.
5.
Pembatasan Penugasan Audit
a. Pemberian
jasa audit umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh Kantor
Akuntan Publik
paling lama
untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan paling lama
untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
b. Kantor
Akuntan Publik dan Akuntan dapat menerima penugasan audit kembali untuk klien
tersebut setelah 3 (tiga) tahun buku secara berturut-turut tidak mengaudit
klien tersebut.
c. Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas tidak berlaku bagi
laporan keuangan interim yang diaudit untuk kepentingan Penawaran Umum.
6. Ketentuan
Peralihan
a. Kantor
Akuntan Publik yang telah memberikan jasa audit umum untuk 5 (lima) tahun buku
berturut-turut atau lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun
buku berikutnya atas laporan keuangan klien, pada saat berlakunya peraturan ini
hanya dapat melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 (satu) tahun buku
berikutnya.
b. Akuntan
yang telah memberikan jasa audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut
atau lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya
atas laporan keuangan klien, pada saat berlakunya peraturan ini hanya dapat
melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 (satu) tahun buku berikutnya.
7. Dengan
tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam berwenang
mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan peraturan ini, termasuk
Pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.
Contoh kasus
etika auditing:
Kasus Pemecatan Auditor Internal Bank Panin Cabang Banjarmasin
Seorang
auditor internal dituntut untuk menemukan kesalahan yang material dalam
pencatatan akuntansi perusahaan baik itu karena kekeliruan maupun kesengajaan,
auditor internal yang memiliki etika yang baik akan melaporkan temuannya secara
jujur dan lengkap kepada Dewan Direksi, temuan ini akan menurunkan risiko
pengendalian karena perusahaan dapat mengkoreksi kesalahan pencatatan dalam
laporan keuangan yang belum diaudit sehingga laporan tersebut memperlihatkan
keadaan sebenarnya dari operasi perusahaan, selain itu perusahaan juga dapat
menemukan pihak yang bersalah atas temuan tersebut.
Etika
auditor ini ditunjukkan oleh auditor internal pada Bank Panin, Yus Rusyana. Ia
adalah Kepala Grup Auditor pada Biro Pengawasan dan Pemeriksaaan Bank Panin
yang mengaudit cabang utama Bank Panin di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada
Januari 2010. Awal Februari 2010, Yus melaporkan hasil audit sementara kepada
Presiden Direksi, ia menjelaskan mengenai temuan dengan indikasi fraud, dimana terdapat rekayasa
pemberian kredit sebesar Rp 30 Miliar di Kantor Cabang Banjarmasin. Sekitar 5
bulan kemudian, tepatnya pada 2 Juli 2010, Yus dkk. Baru menyelesaikan laporan
hasil audit secara keseluruhan kepada Presiden Direksi, kemudian Yus diharuskan
melakukan penyampaian hasil audit pada pimpinan pusat. Hasil audit ini akan
dilanjutkan ke BI. Lalu pada 25 Maret 2011, Yus dkk. Dipanggil tim pemeriksa BI
untuk menjelaskan temuan tersebut
Ternyata
kehadiran Yus dkk ke BI itu tidak direstui oleh pihak manajemen. Atas dasar itu
kemudian Yus dipanggil menghadap staf Biro Umum dan Personalia pada 28 April
2011 dan diperintahkan agar mengundurkan diri. Walau menolak mengundurkan diri
Yus tetap diberikan surat pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehari kemudian Yus
sudah tidak boleh lagi menginjakkan kaki di lokasi kerja. Meski PHK dijatuhkan,
pihak manajemen mengirim surat pemanggilan kerja pertama pada 6 Mei 2011 dan
Yus memenuhi panggilan itu pada 11 Mei 2011. Ketika itu Yus menjelaskan bahwa
ketidakhadirannya pasca diputuskan hubungan kerja karena alasan sakit. Walau
tidak hadir memenuhi surat pemanggilan pertama, manajemen kembali melayangkan
surat pemanggilan kedua keesokan harinya lewat kurir. Namun hari itu Yus tak
bisa menemui manajemen yang mengaku sibuk. Kemudian pada 19 Mei 2011 pihak
manajemen menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Yuz dikategorikan mengundurkan
diri karena 14 hari berturut-turut absen. Dan tidak memenuhi pemanggilan kerja
sebagaimana telah disampaikan lewat surat.
Karena
menilai tindakan PHK yang dilakukan manajemen bertentangan dengan hukum, Yus
dalam gugatannya menuntut agar manajemen dihukum membayar kompensasi pesangon
sebesar 10 kali ketentuan pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Terpisah,
kuasa hukum manajemen Atum Burhanudin membantah disebut memecat Yus. Perusahaan
justru berdalih Yuz telah mangkir sejak 28 April 2011. Pihak perusahaan merasa
tidak mendapat pemberitahuan dan alasan dari Yuz perihal ketidakhadirannya
ketika itu di lokasi kerja. Oleh karenanya Atum menyebut Yuz telah melanggar
pasal 21 ayat (4) Peraturan Perusahaan (PP) PT.Bank Panin Tahun 2010 – 2012.
Pada intinya ketentuan itu menyebut bahwa pekerja yang tidak masuk kerja tanpa
alasan yang dapat diterima atasannya dan bagian personalia, maka dianggap
mangkir.
Sementara itu, pada 31 Januari 2013, pihak Bank Indonesia mengumumkan
telah menindaklanjuti hasil temuan tim audit PT. Bank Panin Tbk. Deputi
Direktur Direktorat Pengawas Bank 3, Riyanti A.Y. Sali telah mengirim surat No.
13/17/DPB3/TPB 3-2/Rahasia kepada direksi Bank Panin agar melaporkan
permasalahan penyimpangan pemberian kredit debitor, yang belakangan ini
diketahui adalah Jaya Setia Dau. Sebelumnya tim audit melaporkan tindak pidana
perbankan ini ke Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, namun naas, disaat
penyelidikan belum mencapai tahap akhir, tersangka rekayasa kredit, Pemimpin
Cabang Banjarmasin, Alm. Herman Kusuma, meninggal dunia.
Wakil Direktur Bank Panin Roosniati Salihin, pada 4 Februari 2013
menyatakan bahwa tuduhan penyelewengan kredit sebesar Rp. 30 Miliar pada Kantor
Cabang Umum Banjarmasin tidak benar,
pernyataan ini diperkuat Corporate
Secretary Bank Panin, Jasman Ginting, yang menyatakan bahwa kasus ini telah
selesai tahun 2013, ia menambahkan bahwa kesalahan kredit yang menyalahi
prosedur “Cuma” sekitar Rp. 7 Miliar, namun sudah diselesaikan, ada jaminan
yang bisa dijual dari kredit macet tersebut, sehingga kerugian yang dialami
tidak sampai Rp. 300 juta.
Referensi:
Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik
Alim,
M. Nizarul., Trisni Hapsari dan Liliek Purwanti. 2007. Pengaruh Kompetensi dan
Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel
Moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X. AUEP 08.
Ashton, A.H.
1991. Experience and Error Frequency Knowledge asPotentialDeterminants of Audit
Expertise. The Accounting Review.April.
p. 218-239.
Bonner, S.E.
1990. Experience Effect in Auditing: The Role of Task Spesific Knowledge.
The
Accounting Review. Januari. p. 72-92
Choo, F. dan
K.T. Trotman. 1991. The Relationship Between Knowledge Structure and
Judgments
for Experienced and Inexperienced Auditors. The Accounting Review. Juli. p. 464-485.
http://ginacha.blogspot.co.id/2014/11/peraturan-pasar-modal-dan-regulator.html
http://www.bapepam.go.id/old/hukum/peraturan/VIII/VIII.A.2.pdf
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f56434a7dca7/pekerja-bank-panin-dipecat-usai-temukan-ifraud-i
http://zakyways.blogspot.co.id/2013/10/etika-dalam-auditing.html
http://keuangan.kontan.co.id/news/bank-panin-bantah-fraud-senilai-rp-30-miliar
Maryani, T.
dan U. Ludigdo. 2001. Survei Atas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan
Perilaku Etis Akuntan. TEMA. Volume II Nomor 1. Maret. p. 49-62
Mulyadi.
2002. Auditing edisi ke-6. Universitas Gadjah Mada: Salemba Empat.
Nugrahaningsih,
P. 2005. Analisis Perbedaan Perilaku Etis Auditor di KAP dalam Etika Profesi (Studi Terhadap Peran
Faktor-faktor Individual: Locus of Control,
Lama Pengalaman Kerja, Gender dan Equity Sensitivity). SNA VIII Solo. p.
617-630
Prinsip
Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia
Standar
Auditing Kompartemen Akuntan Publik Ikatan Akuntan Indonesia
Suryaningtias,
Agustin. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik
(Studi Survei pada Kantor Akuntan Publik di Bandung). Skripsi Universitas Widyatama.
http://www.fkdkp.org/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id=1<emid=32&limit=9&date=2010-09-01&limitstart=81
Tidak ada komentar:
Posting Komentar