Jumat, 06 November 2015

Etika Auditing



Aditya Siswantara

4EB01

20212254


A.       KEPERCAYAAN PUBLIK

  
  Tiap auditor harus mendapatkan kepercayaan publik guna memastikan jasanya dianggap memenuhi ekspektasi publik yaitu setiap pihak yang berkepentingan dengan laporan audit maupun pihak yang hanya memperhatikan kondisi organisasi yang telah diaudit. Auditor yang ingin memperoleh kepercayaan publik harus menggunakan etika auditor. Dalam penelitian yang dilakukan Maryani dan Ludigdo (2001) dalam Alim, Hapsari dan Purwanti (2007) yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi sikap dan perilaku etis akuntan serta faktor yang dianggap paling dominan pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku tidak etis akuntan, memiliki hasil kuesioner tertutup yang  menunjukkan bahwa terdapat sepuluh faktor yang dianggap oleh sebagian besar akuntan mempengaruhi sikap dan perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut adalah religiusitas, pendidikan, organisasional, emotional quotient, lingkungan keluarga, pengalaman hidup, imbalan yang diterima, hukum, dan posisi atau kedudukan.

         
         Menurut Nugrahaningsih (2005) dalam Alim dkk. (2007) etika akan mengaitkan penerapan kompetensi dan independensi yang dimiliki auditor. Akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan mempunyai tanggungjawab menjadi kompeten dan menjaga integritas serta obyektivitas mereka. Menurut Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia yang kelima yaitu Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional, kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan.  

        Ashton(1991) menunjukkan bahwa dalam literatur psikologi, pengetahuan spesifik dan lama pengalaman bekerja adalah faktor penting untuk meningkatkan kompetensi, namun ukuran kompetensi tidak hanya 2 hal tersebut, terdapat pertimbangan-pertimbangan lain dalam pembuatan keputusan yang baik. Hasil penelitian Bonner (1990) mengemukakan bahwa pengetahuan mengenai spesifik tugas membantu kinerja auditor berpengalaman melalui komponen pemilihan dan pembobotan buksi hanya pada saat penetapan risiko analitis. Choo dan Trotman (1991) memberikan bukti empiris bahwa auditor  berpengalaman lebih banyak menemukan item-item yang tidak umum (atypical) dibandingkan auditor yang kurang berpengalaman, tetapi antara auditor yang berpengalaman dan yang kurang berpengalaman tidak memiliki perbedaan dalam kemampuan menemukan item-item yang umum. 

          Sementara Independensi berasal dari kata independen, artinya bahwa ia tidak boleh memihak baik terhadap klien yang membayarnya maupun kepada pihak ketiga. Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan masyarakat dalam menilai mutu jasa audit. Suryaningtyas (2007) menjelaskan bahwa independensi akuntan publik memiliki dua aspek, yaitu:

1. Independensi sikap mental (independence in fact)

2. Independensi penampilan (independence in appearance)

Independensi sikap mental akan muncul jika dalam kegiatannya, akuntan publik sebagai auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak, sepanjang pelaksanaan auditnya. Sedangkan sikap independensi dalam penampilan berarti akuntan publik harus menghindari keadaan yang membuat orang lain meragukan ketidakberpihakannya dalam pelaksanaan tugas.

             
        Bila auditor mampu untuk menjalankan etika auditor dengan baik pada kegiatannya dengan berpedoman pada prinsip Kompetensi dan Kehati-hatian serta menggunakan sikap independen, maka kualitas audit pun dapat dipandang baik dan kepercayaan publik akan diraih. 


B. TANGGUNG JAWAB AUDITOR KEPADA PUBLIK


            Kegiatan ekonomi di suatu negara tidak dapat berjalan baik dengan sendirinya, oleh karena itu diperlukan berbagai organisasi dari beragam profesi yang mengatur kegiatan ekonomi tersebut, salah satu profesi yang cukup berperan dalam memelihara tertibnya kegiatan ekonomi adalah akuntan publik (salah satunya auditor), auditor memberikan opini dalam laporan auditnya yang menjadi dasar kepercayaan para pelaku ekonomi maupun masyarakat secara umum, laporan audit ini digunakan  untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga  masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar untuk memutuskan sumber-sumber ekonomi. 

               Dalam  menjalankan peran dalam dunia bisnis, auditor harus memiliki kesadaran bahwa tanggung jawab yang diembannya cukup besar untuk memenuhi kepentingan publik. Berbicara mengenai kepentingan publik, yang termasuk publik dari profesi akuntan (termasuk auditor) terdiri dari berbagai pihak, seperti yang tercantum dalam Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia, antara lain: klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya yang bergantung pada obyektivitas dan integritas akuntan (termasuk auditor).


            Profesi auditor bertanggung jawab terhadap keandalan laporan keuangan dari berbagai macam bentuk perusahaan. Dalam perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas yang bersifat terbuka (PT Terbuka), saham perusahaan dijual kepada masyarakat umum melalui pasar modal, dan pemegang saham sebagai pemilik perusahaan terpisah dari manajemen perusahaan. Dalam bentuk badan usaha ini, pemilik perusahaan menanamkan dana mereka di dalam perusahaan dan manajemen perusahaan berkewajiban mempertanggungjawabkan dana yang dipercayakan kepada mereka. Laporan Keuangan yang dihasilkan sebagai bukti kinerja seluruh manajemen perusahaan kepada pemilik perusahaan diharuskan memiliki informasi yang sesuai dengan prinsip akuntansi dan keadaan operasi perusahaan sebenarnya, oleh karena itu auditor dibutuhkan untuk memberikan asersi bahwa Laporan Keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar-dasar keputusan yang diambil oleh investor dan kreditor, serta calon investor dan calon kreditor. Perusahaan yang berbadan hukum Persekutuan Komanditer (Comanditaire Vennootschap) memiliki sebagian sekutunya sebagai sekutu aktif yang menjadi manajemen perusahaan dan sebagian yang lain bertindak sebagai sekutu diam. Laporan Keuangan CV perlu diaudit agar sekutu diam dapat melihat pengelolaan dana yang dilaksanakan oleh sekutu aktif.

             
               Menurut standar auditing, auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak, bahwa salah saji material terdeteksi, auditor tidak bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak material terhadap laporan keuangan. Jenis pendapat auditor dalam paragraf pendapat Laporan Audit Independen antara lain: 1. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian 2. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas 3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian 4. Pendapat tidak Wajar dan Pernyataan tidak Memberikan Pendapat. Auditor dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian atas salah satu unsur laporan keuangan dan menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau menyatakan tidak memberikan pendapat, atau menyatakan pendapat tidak wajar atas unsur laporan keuangan lainnya, apabila keadaan mengharuskan perlakuan demikian. (PSA No.29). 


C. TANGGUNG JAWAB DASAR AUDITOR


Sebagai auditor, terdapat beberapa tanggung jawab dasar yang tertulis dalam Aturan Etika Kompartmen Akuntan Publik. Berikut ringkasannya:


300 Tanggung Jawab Kepada Klien


301 Informasi Klien yang Rahasia


Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia, tanpa persetujuan dari klien.


Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk:

(1)   Membebaskan anggota KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan etika kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi


(2)  Mempengaruhi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan pejabat pengusut atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang berlaku


(3)   Melarang review praktik profesional (review mutu) seorang Anggota sesuai dengan kewenangan IAI atau


(4)   Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar atas penyidikan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI-KAP dalam rangka penegakan disiplin Anggota.

Anggota yang terlibat dalam penyidikan dan review di atas, tidak boleh memanfaatkannya untuk kepentingan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi klien yang harus dirahasiakan yang diketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya. Larangan ini tidak boleh membatasi Anggota dalam pemberian informasi sehubungan dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin sebagaimana telah diuangkapkan dalam butir (4) di atas atau review praktik profesional (review mutu) seperti telah disebutkan dalam butir (3) di atas.


302 Fee Profesional


A.     Besaran Fee


Besarnya fee  Anggota dapat bervariasi tergantung antara lain: risiko penugasan, kompleksitasjasa yang diberikan, tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan pertimbangan profesional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi.


B.     Fee Kontinjen


Fee Kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung dari hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penerapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur.

Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan tersebut dapat mengurangi independensi.


400 Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi


401 Tanggung Jawab kepada Rekan Seprofesi


Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.


402 Komunikasi Antarakuntan Publik


Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila akan mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau untuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta usaha yang berlainan.

Akuntan publik pendahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari akuntan pengganti secara memadai.


403 Perikatan Atestasi


Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksanakan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.


501 Tanggung Jawab dan Praktik Lain   


501 Perbuatan dan Perkataan yang Mendiskreditkan


Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan dan/atau mengucapkan perkataan yang mencemarkan profesi.


D.       INDEPENDENSI AUDITOR


      Menurut Mulyadi (2002) Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain dan tidak tergantung pada orang lain. Dalam bagian A tulisan ini, bahwa Independensi memiliki 2 aspek, yaitu Independensi sikap mental (independence in fact) dan Independensi penampilan (independence in appeareance), namun menurut Abdul Halim (2001:21), independensi dibagi menjadi 3 aspek, yaitu:

1. Independence in fact (independensi dalam fakta)

2. Indepencence in appearance (indepensensi dalam penampilan)

3. Independence in competence (independensi dari sudut keahliannya atau kompetensinya)


      Dalam aspek independensi yang ketiga yaitu arinya auditor yang awam dalam electronic data processing system tidak memenuhi independensi keahlian bila ia mengaudit perusahaan yang pengolahan datanya memakai sistem informasi terkomputerisasi. Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan profesional auditor.

        
         Visi profesi abad 21 yang diterbitkan IAI (1997) mencanangkan Kode Etik Akuntansi Indonesia agar anggota profesi dapat menjaga dirinya dari kehilangan persepsi independensi. Pandangan masyarakat terhadap indendensi penampilan Akuntan Publik ditetapkan karena sikap independensi merupakan masalah mutu pribadi., bukan merupakan suatu aturan yang dirumuskan. Menurut Suryaningtias (2007), dewasa ini independensi akuntan publik menjadi sangat penting, terutama dalam memberikan kepastian bahwa laporan keuangan yang diterbitkan suatu perusahaan tidak mengandung informasi menyesatkan pemakainya. Dengan demikian, pemakai laporan keuangan sangat bergantung pada pendapat Akuntan Publik sebelum memberikan kepercayaan pada laporan keuangan. Apabila suatu laporan audit sudah diwarnai oleh sikap keberpihakan, akuntan publik tersebut akan dianggap sebagai pihak yang diragukan. Dalam penelitian Suryaningtias (2007), dapat ditemukan berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, yaitu:


     1.     Hubungan keluarga berupa suami atau istri, saudara sedarah semenda dengan klien.


      Menurut Suryaningtias (2007), auditor harus menghindari penugasan audit atas Laporan Keuangan klien jika ia memiliki hubungan keluarga atau hubungan pribadi. Jika auditor mempunyai hubungan suami atau istri, saudara sedarah semenda dengan klien, maka objektivitasnya akan diragukan. Hal tersebut dapat dideteksi dari:


1.      Istri atau anak akuntan publik memiliki saham pada perusahaan klien

2.      Orang tua, mertua, saudara sekandung dari akuntan publik yang memiliki saham kepada klien.

3.      Anak akuntan publik menjadi direktur atau anggota dewan komisaris pada perusahaan klien.

2.  Hubungan usaha dan dengan antara klien, keuntungan dan kerugian terkait klien tertentu.


Menurut Suryaningtyas (2007), hubungan usaha dan keuangan klien dan auditor dapat membuat auditor kehilangan independensinya dan mempengaruhi objektivitasnya. Adanya kepentingan keuangan membuat  seorang auditor jelas berkepentingan dengan laporan audit yang akan diterbitkannya dan jika saham yang dimiliki merupakan bagian yang materiil dari modal saham perusahaan klien tersebut. Independensi auditor akan berkurang jika:

·          
      Akuntan publik memiliki hubungan usaha dengan klien

·         Akuntan publik memiliki hubungan keuangan dengan klien

·         Akuntan publik memiliki hutang piutang dengan klien

·         Akuntan publik memiliki saham bersama dengan perusahaan klien.



   3. Keterlibatan dalam Usaha yang tidak Sesuai


Keterlibatan dalam usaha yang tidak sesuai tentu akan mengurangi independensi auditor tersebut. Seorang auditor tidak boleh terlibat dalam usaha atau pekerjaan lainnya yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan atau mempengaruhi independensi pelaksanaan jasa profesional. Independensi auditor dapat menurun jika:

·       
         Seorang auditor melakukan kerjasama bisnis dengan perusahaan kliennya atau dengan salah satu eksekutif dan pemegang saham lainnya

·    
     Seorang auditor terlibat dalam usaha atau pekerjaan lainnya yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan.



E. PERATURAN PASAR MODAL DAN REGULATOR MENGENAI INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK



Pada tanggal 28 Februari 2011, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) telah menerbitkan aturan tentang independensi akuntan yang memberikan jasa di pasar modal, yaitu dengan berdasarkan Peraturan Nomor VIII.A.2 lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor : Kep-86/BL/2011 tentang Independensi Akuntan Yang Memberikan Jasa di Pasar Modal.


Seperti yang disiarkan dalam Press Release Bapepam LK pada tanggal 28 Pebruari 2011, Peraturan Nomor VIII.A.2 tersebut merupakan penyempurnaan atas peraturan yang telah ada sebelumnya dan bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi Kantor Akuntan Publik atau Akuntan Publik dalam memberikan jasa profesional sesuai bidang tugasnya. Berikut adalah keputusannya :



KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL

NOMOR: KEP- 20 /PM/2002

TENTANG

INDEPENDENSI AKUNTAN YANG MEMBERIKAN JASA AUDIT

DI PASAR MODAL

KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL,


Menimbang :

a.       bahwa untuk memenuhi prinsip keterbukaan, Emiten atau Perusahaan Publik wajib menyampaikan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum;


b.       bahwa untuk meningkatkan kualitas keterbukaan laporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik maka diperlukan pendapat atau penilaian yang independen dan profesional dari Kantor Akuntan Publik dan Akuntan;


c.       bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka dipandang perlu untuk menetapkan Keputusan Ketua Bapepam tentang Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal;



Mengingat :

1.       Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3608);


2.       Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3617);


3.       Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Pemeriksaan Di Bidang Pasar Modal (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3618);

4.         Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7/M Tahun 2000;


5.       Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik;



Menetapkan : KEPUTUSAN KETUA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL TENTANG INDEPENDENSI AKUNTAN YANG MEMBERIKAN JASAAUDIT DI PASAR MODAL



Pasal 1

Ketentuan mengenai Independensi Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal, diatur dalam

Peraturan Nomor: VIII.A.2 sebagaimana dimuat dalam Lampiran Keputusan ini.



Pasal 2

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.



PERATURAN NOMOR VIII.A.2

: INDEPENDENSI AKUNTAN YANG MEMBERIKAN

JASA AUDIT DI PASAR MODAL


1. Definisi dari istilah-istilah pada peraturan ini adalah :

a. Periode Audit dan Periode Penugasan Profesional :


1) Periode Audit adalah periode yang mencakup periode laporan keuangan yang diaudit atau yang direview; dan


2) Periode Penugasan Profesional adalah periode penugasan untuk mengaudit atau mereview laporan keuangan klien atau untuk menyiapkan laporan kepada Bapepam.



b. Anggota Keluarga Dekat adalah istri atau suami, orang tua, anak, baik didalam maupun diluar tanggungan, dan saudara kandung.



c. Fee Kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional yang hanya akan dibebankan apabila ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung pada temuan atau hasil tertentu tersebut. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan pengatur.

d. Orang Dalam Kantor Akuntan Publik adalah:


     1) Orang yang termasuk dalam Tim Penugasan Audit yaitu sema rekan, pimpinan, dan karyawan professional yang berpartisipasi dalam audit, review, atau penugasan atestasi dari klien, termasuk mereka yang melakukan penelaahan lanjutan atau yang bertindak sebagai rekan ke dua selama Periode Audit atau penugasan atestasi tentang isu-isu teknis atau industri khusus, transaksi, atau kejadian penting;


2) Orang yang termasuk dalam rantai pelaksana/perintah yaitu semua orang yang:


      a) mengawasi atau mempunyai tanggung jawab manajemen secara langsung terhadap audit;

      b) mengevaluasi kinerja atau merekomendasikan kompensasi bagi rekan dalam penugasan audit; atau

      c) menyediakan pengendalian mutu atau pengawasan lain atas audit; atau

      
     3) Setiap rekan lainnya, pimpinan, atau karyawan profesional lainnya dari Kantor Akuntan Publik yang telah memberikan jasa-jasa non audit kepada klien.



e. Karyawan Kunci yaitu orang-orang yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, dan mengendalikan kegiatan perusahaan pelapor yang meliputi anggota Komisaris, anggota Direksi, dan manajer dari perusahaan.



2. Jangka waktu Periode Penugasan Profesional:


a. Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan  penugasan, mana yang lebih dahulu.



b. Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.





3. Dalam memberikan jasa profesional, khususnya dalam memberikan opini atau penilaian, Akuntan wajib senantiasa mempertahankan sikap independen. Akuntan tidak independen apabila selama Periode Audit dan selama Periode Penugasan Profesionalnya, baik Akuntan, Kantor Akuntan Publik, maupun Orang Dalam Kantor Akuntan Publik :


a. mempunyai kepentingan keuangan langsung atau tidak langsung yang material pada klien, seperti :

1) investasi pada klien; atau


2) kepentingan keuangan lain pada klien yang dapat menimbulkan benturan kepentingan.



b. mempunyai hubungan pekerjaan dengan klien, seperti :

1) merangkap sebagai Karyawan Kunci pada klien;


2) memiliki Anggota Keluarga Dekat yang bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi dan keuangan;


3) mempunyai mantan rekan atau karyawan profesional dari Kantor Akuntan Publik yang bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi dan keuangan, kecuali setelah lebih dari 1 (satu) tahun tidak bekerja lagi pada Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan; atau


4) mempunyai rekan atau karyawan profesional dari Kantor Akuntan Publik yang sebelumnya pernah bekerja pada klien sebagai Karyawan Kunci dalam bidang akuntansi dan keuangan, kecuali yang bersangkutan tidak ikut melaksanakan audit terhadap klien tersebut dalam Periode Audit.



c. mempunyai hubungan usaha secara langsung atau tidak langsung yang material dengan klien, atau dengan karyawan kunci yang bekerja pada klien, atau dengan pemegang saham utama klien. Hubungan usaha dalam butir ini tidak termasuk hubungan usaha dalam hal Akuntan, Kantor Akuntan Publik, atau Orang Dalam Kantor Akuntan Publik memberikan jasa audit atau non audit kepada klien, atau merupakan konsumen dari

produk barang atau jasa klien dalam rangka menunjang kegiatan rutin.



d. memberikan jasa-jasa non audit kepada klien seperti :


1) pembukuan atau jasa lain yang berhubungan dengan catatan akuntansi klien;


2) atau laporan keuangan;


3) desain sistim informasi keuangan dan implementasi;


4) penilaian atau opini kewajaran (fairness opinion);


5) aktuaria;


6) audit internal;


7) konsultasi manajemen;


8) konsultasi sumber daya manusia;


9) konsultasi perpajakan;


10) Penasihat Investasi dan keuangan; atau


11) jasa-jasa lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan



e. memberikan jasa atau produk kepada klien dengan dasar Fee Kontinjen atau komisi, atau menerima Fee Kontinjen atau komisi dari klien.



4. Sistim Pengendalian Mutu Kantor Akuntan Publik wajib mempunyai sistem pengendalian mutu dengan tingkat keyakinan yang memadai bahwa Kantor Akuntan Publik atau karyawannya dapat menjaga sikap independen dengan mempertimbangkan ukuran dan sifat praktik dari Kantor Akuntan Publik tersebut.



5. Pembatasan Penugasan Audit


a. Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik

paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.



b. Kantor Akuntan Publik dan Akuntan dapat menerima penugasan audit kembali untuk klien tersebut setelah 3 (tiga) tahun buku secara berturut-turut tidak mengaudit klien tersebut.



c. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas tidak berlaku bagi laporan keuangan interim yang diaudit untuk kepentingan Penawaran Umum.



6. Ketentuan Peralihan


a. Kantor Akuntan Publik yang telah memberikan jasa audit umum untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut atau lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas laporan keuangan klien, pada saat berlakunya peraturan ini hanya dapat melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 (satu) tahun buku berikutnya.



b. Akuntan yang telah memberikan jasa audit umum untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut atau lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas laporan keuangan klien, pada saat berlakunya peraturan ini hanya dapat melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 (satu) tahun buku berikutnya.



7. Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan peraturan ini, termasuk Pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.





Contoh kasus etika auditing:



Kasus Pemecatan Auditor Internal Bank Panin Cabang Banjarmasin



Seorang auditor internal dituntut untuk menemukan kesalahan yang material dalam pencatatan akuntansi perusahaan baik itu karena kekeliruan maupun kesengajaan, auditor internal yang memiliki etika yang baik akan melaporkan temuannya secara jujur dan lengkap kepada Dewan Direksi, temuan ini akan menurunkan risiko pengendalian karena perusahaan dapat mengkoreksi kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan yang belum diaudit sehingga laporan tersebut memperlihatkan keadaan sebenarnya dari operasi perusahaan, selain itu perusahaan juga dapat menemukan pihak yang bersalah atas temuan tersebut.



Etika auditor ini ditunjukkan oleh auditor internal pada Bank Panin, Yus Rusyana. Ia adalah Kepala Grup Auditor pada Biro Pengawasan dan Pemeriksaaan Bank Panin yang mengaudit cabang utama Bank Panin di Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada Januari 2010. Awal Februari 2010, Yus melaporkan hasil audit sementara kepada Presiden Direksi, ia menjelaskan mengenai temuan dengan indikasi fraud, dimana terdapat rekayasa pemberian kredit sebesar Rp 30 Miliar di Kantor Cabang Banjarmasin. Sekitar 5 bulan kemudian, tepatnya pada 2 Juli 2010, Yus dkk. Baru menyelesaikan laporan hasil audit secara keseluruhan kepada Presiden Direksi, kemudian Yus diharuskan melakukan penyampaian hasil audit pada pimpinan pusat. Hasil audit ini akan dilanjutkan ke BI. Lalu pada 25 Maret 2011, Yus dkk. Dipanggil tim pemeriksa BI untuk menjelaskan temuan tersebut




Ternyata kehadiran Yus dkk ke BI itu tidak direstui oleh pihak manajemen. Atas dasar itu kemudian Yus dipanggil menghadap staf Biro Umum dan Personalia pada 28 April 2011 dan diperintahkan agar mengundurkan diri. Walau menolak mengundurkan diri Yus tetap diberikan surat pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehari kemudian Yus sudah tidak boleh lagi menginjakkan kaki di lokasi kerja. Meski PHK dijatuhkan, pihak manajemen mengirim surat pemanggilan kerja pertama pada 6 Mei 2011 dan Yus memenuhi panggilan itu pada 11 Mei 2011. Ketika itu Yus menjelaskan bahwa ketidakhadirannya pasca diputuskan hubungan kerja karena alasan sakit. Walau tidak hadir memenuhi surat pemanggilan pertama, manajemen kembali melayangkan surat pemanggilan kedua keesokan harinya lewat kurir. Namun hari itu Yus tak bisa menemui manajemen yang mengaku sibuk. Kemudian pada 19 Mei 2011 pihak manajemen menerbitkan surat yang menyatakan bahwa Yuz dikategorikan mengundurkan diri karena 14 hari berturut-turut absen. Dan tidak memenuhi pemanggilan kerja sebagaimana telah disampaikan lewat surat.


Karena menilai tindakan PHK yang dilakukan manajemen bertentangan dengan hukum, Yus dalam gugatannya menuntut agar manajemen dihukum membayar kompensasi pesangon sebesar 10 kali ketentuan pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan. Terpisah, kuasa hukum manajemen Atum Burhanudin membantah disebut memecat Yus. Perusahaan justru berdalih Yuz telah mangkir sejak 28 April 2011. Pihak perusahaan merasa tidak mendapat pemberitahuan dan alasan dari Yuz perihal ketidakhadirannya ketika itu di lokasi kerja. Oleh karenanya Atum menyebut Yuz telah melanggar pasal 21 ayat (4) Peraturan Perusahaan (PP) PT.Bank Panin Tahun 2010 – 2012. Pada intinya ketentuan itu menyebut bahwa pekerja yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang dapat diterima atasannya dan bagian personalia, maka dianggap mangkir.

           
           Sementara itu, pada 31 Januari 2013, pihak Bank Indonesia mengumumkan telah menindaklanjuti hasil temuan tim audit PT. Bank Panin Tbk. Deputi Direktur Direktorat Pengawas Bank 3, Riyanti A.Y. Sali telah mengirim surat No. 13/17/DPB3/TPB 3-2/Rahasia kepada direksi Bank Panin agar melaporkan permasalahan penyimpangan pemberian kredit debitor, yang belakangan ini diketahui adalah Jaya Setia Dau. Sebelumnya tim audit melaporkan tindak pidana perbankan ini ke Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan, namun naas, disaat penyelidikan belum mencapai tahap akhir, tersangka rekayasa kredit, Pemimpin Cabang Banjarmasin, Alm. Herman Kusuma, meninggal dunia.

           
                 Wakil Direktur Bank Panin Roosniati Salihin, pada 4 Februari 2013 menyatakan bahwa tuduhan penyelewengan kredit sebesar Rp. 30 Miliar pada Kantor Cabang Umum  Banjarmasin tidak benar, pernyataan ini diperkuat Corporate Secretary Bank Panin, Jasman Ginting, yang menyatakan bahwa kasus ini telah selesai tahun 2013, ia menambahkan bahwa kesalahan kredit yang menyalahi prosedur “Cuma” sekitar Rp. 7 Miliar, namun sudah diselesaikan, ada jaminan yang bisa dijual dari kredit macet tersebut, sehingga kerugian yang dialami tidak sampai Rp. 300 juta. 





Referensi:

Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik

Alim, M. Nizarul., Trisni Hapsari dan Liliek Purwanti. 2007. Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kualitas Audit dengan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi. Simposium Nasional Akuntansi X. AUEP 08.

Ashton, A.H. 1991. Experience and Error Frequency Knowledge asPotentialDeterminants of Audit Expertise.  The Accounting Review.April. p. 218-239.



Bonner, S.E. 1990. Experience Effect in Auditing: The Role of Task Spesific Knowledge.

The Accounting Review. Januari. p. 72-92



Choo, F. dan K.T. Trotman. 1991. The Relationship Between Knowledge Structure and

Judgments for Experienced and Inexperienced Auditors. The Accounting Review.  Juli. p. 464-485.



http://ginacha.blogspot.co.id/2014/11/peraturan-pasar-modal-dan-regulator.html


http://www.bapepam.go.id/old/hukum/peraturan/VIII/VIII.A.2.pdf



http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4f56434a7dca7/pekerja-bank-panin-dipecat-usai-temukan-ifraud-i



http://zakyways.blogspot.co.id/2013/10/etika-dalam-auditing.html



http://keuangan.kontan.co.id/news/bank-panin-bantah-fraud-senilai-rp-30-miliar

Maryani, T. dan U. Ludigdo. 2001. Survei Atas Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap dan Perilaku Etis Akuntan. TEMA. Volume II Nomor 1. Maret. p. 49-62



Mulyadi. 2002. Auditing edisi ke-6. Universitas Gadjah Mada: Salemba Empat.



Nugrahaningsih, P. 2005. Analisis Perbedaan Perilaku Etis Auditor di KAP dalam  Etika Profesi (Studi Terhadap Peran Faktor-faktor Individual: Locus of Control,  Lama Pengalaman Kerja, Gender dan Equity Sensitivity). SNA VIII Solo. p. 617-630



Prinsip Etika Profesi Ikatan Akuntan Indonesia


Standar Auditing Kompartemen Akuntan Publik Ikatan Akuntan Indonesia


Suryaningtias, Agustin. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Independensi Akuntan Publik (Studi Survei pada Kantor Akuntan Publik di Bandung). Skripsi Universitas Widyatama.

http://www.fkdkp.org/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id=1&ltemid=32&limit=9&date=2010-09-01&limitstart=81

Tidak ada komentar:

Posting Komentar