Minggu, 26 Mei 2013

Percaya

Puisi ini dibuat oleh

Aditya Siswantara

1EBO9-2021 2254

Universitas Gunadarma

Untuk tugas Softskill Perekonomian Indonesia


Ketika aku meninggalkanmu
Serta semua tingkah lakumu
Aku amat cemas dan ketakutan akan betapa liarnya kau.

Ketika ku sedang belajar
Mungkin kau sedang mengganggu temanmu setelah bel istirahat
Bahkan mengambil semua makanannya
Tapi aku percaya kau takkan melakukan itu.

Ketika ku sedang dalam perjalanan
Mungkin kau sedang bermain video game
Prahara pula bila saja kau melupakan ibadahmu berhari-hari
Tapi aku percaya kau takkan mau untuk itu.

Ketika ku sedang berbicara dengan temanku
Mungkin kau sedang mencuri buah milik tetangga hingga rantingnya rusak
Tapi aku percaya kau takkan berniat untuk itu.

Ketika ku sedang mengerjakan suatu soal yang sulit
Mungkin kau sedang menggebuki musuhmu
Menghinanya lalu kau buat ia sengsara
Tapi aku percaya kau takkan membiarkan itu terjadi.

Untungnya rasa percaya
Melindungi aku dari bayangan gila ini, dan
Seakan-akan ada mataku dalam hatimu
Yang membuat kau merasa terawasi.

Tanpa rasa percaya
Aku takkan memberimu ruang
Tetapi kau telah membuktikan badut bodoh ini
Orang yang bertanggung jawab adalah pantulan cahaya hatimu
Aku mungkin tak lagi bisa disamakan dengan manusia lainnya
Saking bodohnya aku bila ku kembali menyalahkanmu.

Manusia pasti punya takaran sikap
Mungkin aku yang diam ini
Jauh lebih buruk perangainya di banding narapidana
Mungkin saja sang kelas kakap itu selalu berdzikir
Tarikan nafas yang berguna di sel yang tak nyaman
Oleh karena itu, orang macam apa aku ini
Kalau tidak punya rasa percaya kepada orang terdekatku.

Lagu Ini Tidak Cocok Denganku

Puisi ini dibuat oleh

Aditya Siswantara

1EBO9-2021 2254

Universitas Gunadarma

Untuk tugas Softskill Perekonomian Indonesia



Aku suka mendengarkan musik
Tetapi aku bingung
Apa selarasnya aku dan kata-kata sang maestro nada
Hanya alunannya yang kurasa tetapi itu tak cukup untuk membawaku
Pada tusukan magis
Sebuah panduan dentuman dan not-not
Dimana tercakup suara yang membuntutinya.

Ketika ada lagu tentang kebahagiaan
Aku rasa ini sesuai denganku, tetapi
Tiba-tiba aku melihat 2 orang Ibu dan Anak
Yang bercengkrama riang gembira
Dengan sangat antusiasnya
Aku merasa mereka lebih hangat
Dalam fikiranku terlintas ironi
Rasanya ini bukan lagu yang cocok untukku.

Lalu ketika ku nikmati lagu tentang kebersamaan
Aku rasa ini sesuai denganku, tetapi
Dengan tidak sengaja ku iri
Pada kakak beradik yang selalu harmonis
Bernyanyi, berlari, merangkai celah asa
Dalam fikiranku terpampang ironi
Rasanya ini bukan lagu yang tepat untukku.

Kemudian ku dengar lagu tentang harapan
Aku rasa ini sesuai denganku, tetapi
Nyatanya terlintas di depan kedua mataku
Seseorang yang selalu melewati jalan ke masjid
Ia duduk di masjid dan menggantungkan doa setinggi-tingginya
Hingga air matanya meluncur sampai kaki
Dalam fikiranku terbayang ironi
Rasanya ini bukan lagu yang pantas untukku.

Kemudian ketika telingaku menangkap lagu tentang cinta kasih
Aku rasa ini sesuai denganku, tetapi
Aku terpana dengan sepasang kekasih yang selalu menimbulkan kehangatan
Di setiap binar tatapan mereka
Dalam fikiranku tergambar ironi
Rasanya ini bukan lagu yang pas untukku.
Di perjalanan terakhirku di senja itu
Aku mendekatkan badanku kepada suara pengamen di lorong kereta
Ia menyanyikan lagu tentang penderitaan
Aku rasa ini sesuai denganku, tetapi
Ku lihat sang pengamen yang tadi hanya ku dengar sayupannya saja
Ia jauh lebih menderita, buta, giginya berantakkan dan rambutnya rontok
Desahan hatinya terus keluar seirama dengan artikulasi kata-katanya
Aku dengan penuh kemantapan hati berkata
Dengan ironi yang kuanggap tak akan muncul lagi
Lagu ini tak cocok untuk kehidupanku yang membahagiakan ini.

Mungkin aku tidak akan pernah lagi
Merasa sama dengan keadaan tiap konsonan dan vokal tiap musisi
Tak lagi sama dan lagi-lagi tak sama.









Letih

Puisi ini dibuat oleh

Aditya Siswantara

1EBO9-2021 2254

Universitas Gunadarma

Untuk tugas Softskill Perekonomian Indonesia


Aku terlalu bocah
Terlalu takut disakiti
Aku terlalu culun
Terlalu takut terganggu.

Memang aku lemah
Yang ku lakukan adalah selalu diam tak melawan
Memang aku cengeng
Yang ku kerjakan hanya menyesali hidupku.

Aku selalu kerahkan yang terbaik
Untuk orang-orang terdekatku
Mungkin terlalu baikkah aku
Sehingga mereka tak fikirkan perasaanku.

Mungkin aku terlalu tak berguna
Dengan mudahnya kau campakkan
Aku memang terlalu murah
Semua yang aku persembahkan tak berharga

Aku letih dan merasa gagal
Dan tidak ingin mencari jalan lain
Kalianlah alasanku untuk hidup
Dan ketidak adaanku adalah alasan kalian untuk bersemangat dalam hidup.








Optimis

Puisi ini dibuat oleh

Aditya Siswantara

1EBO9-2021 2254

Universitas Gunadarma

Untuk tugas Softskill Perekonomian Indonesia



Ketika kau berlari menaiki bukit
Disentuh angin yang mengayunkan geraknya dengan lembut
Menyembunyikan api yang berkobar tanpa lawan
Melenyapkannya sedikit demi sedikit dengan cara yang halus.

Ketika kau berlari di tengah hujan
Disambut air yang melekat di tubuhmu dengan cepat
Merapuhkan sisi murung dalam diri
Bersamaan dengan ketakutanmu yang kian larut.

Ketika kau berlari di tanah yang gersang
Serta kembali terbakar kulitmu karenanya
Tahanlah semua keluh yang cuma menyusahkan otakmu
Dan tunggulah lagi, hempasan udara dan rintikan air di tempat itu
Kan Nampak keadaan yang berbeda di langit yang sama
Dimana embun akan datang lebih cepat bila kau merangkai khayalmu dengan nikmat.