Nama: Aditya
Siswantara
Kelas: 2EB01
NPM: 2021 2254
Kelas: 2EB01
NPM: 2021 2254
1. Pendahuluan
Menurut
Hanel (1989), yang disebut Koperasi adalah: Sejumlah kelompok individu yang
bersatu dalam suatu kelompok atas dasar salah satu kepentingan (ekonomi) yang
sama (cooperative group). Anggota
kelompok tersebut bertekad mencapai tujuan dan kepentingan yang sama secara
lebih baik melalui usaha bersama dan saling membantu atas dasar kekuatan
sendiri secara swadaya. Sebagai alat untuk mencapai tujuan atau kepetingan
kelompok maka dibentuk perusahaan yang didirikan , dimodali, dibiayai,
dikelola, diawasi dan dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya yang mempunyai tugas
pokok meneyelenggarakan pelayanan barang dan jasa yang menunjang perbaikan
perekonomian rumah tangga.
Setali tiga uang dengan Hanel, Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menjelaskan
definisi koperasi secara lebih singkat, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan
usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan
berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Sementara itu dalam
Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen) kata
KOPERASI ini disebut dan dicantumkan dalam penjelasan pasal 33. Namun setelah
amandemen, penjelasan atas pasal-pasal dari UUD 1945 dimasukkan dalam batang
tubuh. Entah sengaja atau karena khilaf, ternyata kata KOPERASI ini tidak ikut
masuk. Alias ketinggalan atau malah ditinggalkan?
Nampaknya para
penyusun UU No. 22 Tahun 1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa bahwa para founding
father kita bercita-cita untuk menjadikan KOPERASI sebagai sokoh guru
perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha yang terlalu
banyak merepotkan pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima
KOPERASI (terutama KUD) raib
diselewengkan pengelolanya.
Namun kenyataan di
lapangan, berbicara lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan,
justru eksistensi KOPERASI nampak nyata. Disaat hampir semua bank-bank besar
macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank pemerintah: Bank Bumi Daya,
Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir dilebur
menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain akhirnya colaps, ternyata KOPERASI masih bisa menjadi tumpuan anggota dan
masyarakatnya dalam hal melayani keperluan modal. Tak bisa dibayangkan,
manakala saat itu, selain bank, KOPERASI juga ikut colaps, pasti akan semakin banyak jumlah angkatan kerja yang
mengalami PHK.
Meskipun demikian,
sampai sekarang, di mata perbankan, posisi KOPERASI masih dipandang sebelah mata.
Untuk bisa memperoleh kredit sangat mudah bila kita berhubungan dengan Bank,
dalam hal ini, KOPERASI diharuskan melengkapi banyak persyaratan yang sering
merepotkan. Memang banyak KOPERASI yang nakal. Tapi masih lebih banyak KOPERASI
yang baik.
KOPERASI sejati dan
koperasi serigala berbulu domba tentu mempunyai perbedaan dalam praktek.
KOPERASI (yang sejati) dibentuk dari, oleh dan untuk memenuhi kebutuhan
anggota. Sementara koperasi serigala berbulu domba dibentuk oleh seorang
seorang pemodal yang ingin memutar uangnya di koperasi.
Hal ini dimungkinkan,
karena untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangatlah mudah.
Dulu, badan hukum
KOPERASI harus disahkan oleh Kantor Wilayah Koperasi Propinsi Jawa Timur,
selaku wakil dari Pemerintah. Sekarang, cukup disahkan oleh Dinas Koperasi
Kabupaten/Kota saja.
Sejatinya KOPERASI
dibentuk demi kesejahteraan anggotanya. Sementara keadaan riilnya kini, koperasi dibentuk demi keuntungan pemodal
semata. Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak jarang, mereka (para
pemodal) itu rela membeli badan hukum KOPERASI yang sudah tidak aktif lagi
dengan nilai tak kurang dari puluhan juta rupiah.
Jadi, ketika UUD 1945
sudah menganggap tidak perlu untuk mencantumkan lagi kata KOPERASI, ketika
perbankan masih memandang KOPERASI dengan sebelah mata, ketika banyak PT yang
beroperasi dengan kedok koperasi, MASIHKAH KOPERASI DIANGGAP SEBAGAI SOKOGURU
PEREKONOMIAN INDONESIA?
2. Opini masyarakat tentang kepantasan Koperasi menjadi Sokoh Guru
Oleh: Ida ( Meruya Utara, Jakarta
Barat )
Ketangguhan
koperasi telah terbukti mampu menahan badai krisis moneter baik yang terjadi di
tahun 1997 mapun krisis global dunia yang terjadi di tahun 2008 silam. Krisis
global dunia tahun 2008, telah melumpuhkan perekonomian dunia, namun saat itu
Indonesia tidak terlalu merasakan dampak krisis tersebut .
Menurut
data, kinerja koperasi di Indonesia mengalami peningkatan yang menggembirakan
pada periode 2010 -2012, jumlah
koperasi meningkat dari 177.482 unit pada tahun 2010 menjadi
192.442 unit pada Mei 2012 naik 14.960 unit atau 8,43 %. Sementara keanggotaan koperasi dari
30.461.121 pada tahun 2010 naik menjadi 33.687.417 orang pada Mei 2012 yang
berarti mengalami kenaikan sebesar 3.226.996 orang atau 10,59 %. Sedangkan
untuk tenaga kerja yang terserap
dari koperasi meningkat dari 358.768 tenaga kerja pada tahun 2012 menjadi
425.822 orang, naik 67.054 orang atau 18,69 %.
Namun
ternyata pertumbuhan koperasi juga berbanding lurus dengan “ketidak aktifan”
koperasi (mangkrak). Paling tidak ada sekitar 47.000 koperasi yang tidak aktif
atau disalah gunakan untuk kepentingan tertentu yang justru merusak citra
koperasi . Tidak aktifnya koperasi dapat disebabkan beberapa hal : kurangnya
dana, kurangnya anggota terampil dan terlatih, serta majemen yang tidak
efisien. Sedang penyebab citra koperasi menjadi buruk dikarenakan tujuan
pendirian koperasi telah menyimpang dari tujuannya semula dan penyelewengan
yang dilakukan oleh “oknum” untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
Pada intinya, gerakan koperasi pada
saat ini bisa dikatakan makin meredup. Sebab, seperti yang dikatakan Budi
Laksono (2007), pejabat pemerintah kehilangan jejak substansi filosofis
pembangunan koperasi sebagai soko guru ekonomi. Selain itu, disebabkan pula
oleh perubahan Departemen Koperasi menjadi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil
Menengah (UKM). Sehingga, berimplikasi pada menurunnya perhatian pemerintah
pada upaya menggerakkan koperasi yang digagas pendiri bangsa, Bung Hatta
sebagai soko guru perekonomian. Karena itu, tak heran, jika Sri Edi Swasono
pakar koperasi menilai bahwa, langkah-langkah yang dilakukan Kementrian
Koperasi dan UKM salah arah dan hanya terfokus pada UKM. Padahal, lanjut
Swasono, UKM lebih banyak dilakukan oleh individu-individu, sedangkan koperasi
lebih mengedepankan kebersamaan.
Di samping itu, koperasi yang sudah
makin meredup itu, diperparah lagi dengan konflik internal aktivis gerakan
koperasi. Konflik yang sebenarnya sudah terjadi dua tahun lalu itu, diawali
oleh kelompok aktivis gerakan koperasi ketika mendeklarasikan Dekopin
tandingan. Deklarasi Dekopin itulah kemudian yang menyeret Kementrian Koperasi
dan UKM untuk terlibat masuk ke arena konflik, karena dianggap telah menelurkan
keputusan yang merugikan salah satu pihak yang bertikai. Menteri akhirnya
digugat dan berperkara hukum dengan salah satu Dekopin yang dikembari. Tak
urung, pembinaan koperasi di daerah makin kedodoran. Sebab, dewan koperasi yang
semestinya menjadi payung koperasi-koperasi di daerah tidak lagi sempat
memikirkan pengembangan dan pembinaan, karena lebih asyik bertikai dengan
sesama aktivis Dekopin lain versi, yang sampai saat ini belum kunjung usai.
Sehingga, akibat konflik itu, dana pembinaan koperasi dari APBN oleh Menteri
Keuangan tidak dicairkan sebelum kasus pertikaian itu selesai.
3. Solusi untuk
memberdayakan Koperasi
Oleh: (Supardi,
S.Sos)
a) Peningkatan
peran pemerintah
Pemerintah harus segera sadar terhadap
urgensi peran koperasi dalam menuntaskan kemiskinan di negeri ini. Seperti yang
telah banyak dilakukan oleh negara-negara lain. Jangan hanya bertikai.
Bagaimanapun juga koperasi yang sejatinya suatu lembaga ekonomi untuk menolong
diri sendiri secara bersama-sama, sangat penting dalam meminimalisasi angka
pengangguran yang makin meningkat. Karena itu, revitalisasi koperasi perlu
ditingkatkan kembali di berbagai daerah di negeri ini.
Saatnya Pemerintah melalui dinas dan organisasi terkait
lebih pro aktif, jemput bola dan melakukan pembinaan serta pengawasan
berkesinambungan, memotivasi pembinaan dan pemberdayaan koperasi yang
membutuhkan sinergi dari sumberdaya yang dimiliki bagi pemberdayaan koperasi, sehingga
koperasi sebagai soko guru ekonomi bukan sekedar isapan jempol belaka.
b)
Menanamkan “Kepekaan Individu” kepada
para anggota Koperasi
Bung Hatta
Bapak Koperasi Indonesia menafsirkan maksud UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1,
“Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.
Kata “Koperasi” memang tidak disebutkan dalam pasal 33, ayat 1 tetapi “asas
kekeluargaan” itu ialah koperasi. Begitu pula-lah hendaknya corak koperasi
Indonesia. Hubungan antara anggota koperasi satu sama lain harus mencerminkan
sebagai orang-orang yang bersaudara, satu keluarga. Rasa solidaritas harus
dipupuk dan diperkuat.
Anggota di didik
mempunyai kepekaan individu untuk solidaritas dengan niat menjalankan perannya
di masyarakat. Apabila ia telah memiliki kepekaan individu, tekadnya akan kuat
membela kepentingan koperasinya. Ingatannya akan tertuju kepada kepentingan
bersama.
“Kepekaan
Individu” menjadikan seorang anggota koperasi sebagai pembela dan pejuang yang
giat bagi koperasinya. Dengan naik dan maju koperasinya, kedudukannya sendiri
ikut naik dan maju. Dalam pelajaran dan usaha koperasi di bidang manapun juga,
ditanam kemauan dan kepercayaan pada diri sendiri dalam persekutuan untuk
melaksanakan “self-help” dan oto-aktivitas untuk kepentingan bersama.
Dalam
mengasuh anggota koperasi selalu diutamakan cinta kepada masyarakat yang
kepentingannya harus didahulukan dari kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu
anggota koperasi harus mempunyai tanggung jawab moral dan sosial. Apabila 2 tanggung
jawab itu tidak ada, maka koperasi tidak akan tumbuh dan tidak akan menjadi
badan usaha yang berguna.
c) Anggota Koperasi harus mampu mengkombinasikan diri dengan unsur-unsur kombinasi Koperasi
c) Anggota Koperasi harus mampu mengkombinasikan diri dengan unsur-unsur kombinasi Koperasi
Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1992 pasal 3, koperasi bertujuan memajukan anggota khususnya
masyarakat pada umumnya ikut serta membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berlandaskan pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945.
Badan Usaha
Koperasi, disamping adanya kemauan orang perorang untuk menghimpun diri secara
sukarela bekerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka, tunduk
terhadap kaidah dan prisip ekonomi yang berlaku dengan mengacu pada konsep dan
sistem yang bekerja pada suatu badan usaha, tetapi juga merupakan kombinasi antara
4 unsur yaitu
1.
Manusia;
2.
Aset fisik;
3.
Aset Non
fisik; dan yang terakhir
4.
teknologi.
Sinergitas
antara sosial dan ekonomi, adalah modal utama dalam berkoperasi. Modal sosial
sebagai perekat yang memperkokoh jalinan antara anggota sebagai basis yang
memperkuat kebersamaan dalam mencapai kepentingan dan tujuan Ekonomi.
Akhir-akhir
ini jumlah koperasi semakin mengalami peningkatan. Semakin banyaknya koperasi secara
kuantitatif mestinya dibarengi dengan peningkatan kualitas. Pakar hukum
Koperasi Munkner Jerman (1982) sebagaimana dikutip Koch mengatakan Orientasi
pengembangan kebijakan koperasi lebih kepada data kuantitatif, yang mengukur
kemajuan koperasi dari jumlah koperasi yang didirikan, jumlah anggota, volume
usaha yang dicapai, sementara aspek kualitatif yang seharusnya menjadi ukuran
sering diabaikan.
Koperasi
pada umumnya akan dapat berkembang apabila pengurus koperasi memiliki jiwa dan
semangat enterpreneur yang mampu
mencari peluang usaha sekaligus membangun jaringan dengan stake holders . Disamping tumbuhnya koperasi menjadi pelaku usaha
menengah dan besar, banyak terjadi pertumbuhan koperasi yang baru dengan skala
kecil dimana badan usaha tersebut membutuhkan pembinaan agar bisa menjadi
pelaku ekonomi yang mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya.
Diakui atau
tidak keterbatasan sumberdaya manusia menjadi kendala serius dalam
perkoperasian, fakta menunjukkan kemampuan pengelolaan koperasi kita masih
rendah, sehingga diperlukan pembinaan baik terhadap pengurus maupun anggota
sehingga mendapatkan pemahaman, menjalankan dan mengembangkan usaha sesuai
dengan tuntutan perkembangan jaman.
Referensi:
1.
http://berkoperasi.blogspot.com/2008/01/koperasi-sokoguru-ekonomi-indonesia.html
2.
http://www.beritametro.co.id/opini/masihkan-koperasi-jadi-soko-guru-perekonomian-indonesia
3.
http://mpn.kominfo.go.id/index.php/2012/07/13/koperasi-masihkah-sebagai-soko-guru-ekonomi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar