Senin, 20 Januari 2014

Tugas Ekonomi Koperasi ke-6. Masihkah Koperasi menjadi sokoh guru perekonomian Indonesia

Nama: Aditya Siswantara
Kelas: 2EB01
NPM: 2021 2254

 
   1.  Pendahuluan

Menurut Hanel (1989), yang disebut Koperasi adalah: Sejumlah kelompok individu yang bersatu dalam suatu kelompok atas dasar salah satu kepentingan (ekonomi) yang sama (cooperative group). Anggota kelompok tersebut bertekad mencapai tujuan dan kepentingan yang sama secara lebih baik melalui usaha bersama dan saling membantu atas dasar kekuatan sendiri secara swadaya. Sebagai alat untuk mencapai tujuan atau kepetingan kelompok maka dibentuk perusahaan yang didirikan , dimodali, dibiayai, dikelola, diawasi dan dimanfaatkan sendiri oleh anggotanya yang mempunyai tugas pokok meneyelenggarakan pelayanan barang dan jasa yang menunjang perbaikan perekonomian rumah tangga.

Setali tiga uang dengan Hanel, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menjelaskan definisi koperasi secara lebih singkat, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. 

Sementara itu dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen) kata KOPERASI ini disebut dan dicantumkan dalam penjelasan pasal 33. Namun setelah amandemen, penjelasan atas pasal-pasal dari UUD 1945 dimasukkan dalam batang tubuh. Entah sengaja atau karena khilaf, ternyata kata KOPERASI ini tidak ikut masuk. Alias ketinggalan atau malah ditinggalkan?

Nampaknya para penyusun UU No. 22 Tahun 1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa bahwa para founding father kita bercita-cita untuk menjadikan KOPERASI sebagai sokoh guru perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha yang terlalu banyak merepotkan pemerintah. Karena banyak kredit program yang diterima KOPERASI (terutama  KUD) raib diselewengkan pengelolanya.
Namun kenyataan di lapangan, berbicara lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi KOPERASI nampak nyata. Disaat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank Lippo (bank swasta) , maupun bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir dilebur menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain akhirnya colaps, ternyata KOPERASI masih bisa menjadi tumpuan anggota dan masyarakatnya dalam hal melayani keperluan modal. Tak bisa dibayangkan, manakala saat itu, selain bank, KOPERASI juga ikut colaps, pasti akan semakin banyak jumlah angkatan kerja yang mengalami PHK.

Meskipun demikian, sampai sekarang, di mata perbankan, posisi KOPERASI masih dipandang sebelah mata. Untuk bisa memperoleh kredit sangat mudah bila kita berhubungan dengan Bank, dalam hal ini, KOPERASI diharuskan melengkapi banyak persyaratan yang sering merepotkan. Memang banyak KOPERASI yang nakal. Tapi masih lebih banyak KOPERASI yang baik.

KOPERASI sejati dan koperasi serigala berbulu domba tentu mempunyai perbedaan dalam praktek. KOPERASI (yang sejati) dibentuk dari, oleh dan untuk memenuhi kebutuhan anggota. Sementara koperasi serigala berbulu domba dibentuk oleh seorang seorang pemodal yang ingin memutar uangnya di koperasi. 

Hal ini dimungkinkan, karena untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangatlah mudah.
Dulu, badan hukum KOPERASI harus disahkan oleh Kantor Wilayah Koperasi Propinsi Jawa Timur, selaku wakil dari Pemerintah. Sekarang, cukup disahkan oleh Dinas Koperasi Kabupaten/Kota saja.
Sejatinya KOPERASI dibentuk demi kesejahteraan anggotanya. Sementara keadaan riilnya kini,  koperasi dibentuk demi keuntungan pemodal semata. Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak jarang, mereka (para pemodal) itu rela membeli badan hukum KOPERASI yang sudah tidak aktif lagi dengan nilai tak kurang dari puluhan juta rupiah.

Jadi, ketika UUD 1945 sudah menganggap tidak perlu untuk mencantumkan lagi kata KOPERASI, ketika perbankan masih memandang KOPERASI dengan sebelah mata, ketika banyak PT yang beroperasi dengan kedok koperasi, MASIHKAH KOPERASI DIANGGAP SEBAGAI SOKOGURU PEREKONOMIAN INDONESIA?

   2.  Opini masyarakat tentang kepantasan Koperasi menjadi Sokoh Guru

Oleh: Ida ( Meruya Utara, Jakarta Barat )

Ketangguhan koperasi telah terbukti mampu menahan badai krisis moneter baik yang terjadi di tahun 1997 mapun krisis global dunia yang terjadi di tahun 2008 silam. Krisis global dunia tahun 2008, telah melumpuhkan perekonomian dunia, namun saat itu Indonesia tidak terlalu merasakan dampak krisis tersebut .
Menurut data, kinerja koperasi di Indonesia mengalami peningkatan yang menggembirakan pada periode 2010 -2012, jumlah koperasi meningkat dari 177.482 unit pada tahun 2010 menjadi 192.442 unit pada Mei 2012 naik 14.960 unit atau 8,43 %. Sementara keanggotaan koperasi dari 30.461.121 pada tahun 2010 naik menjadi 33.687.417 orang pada Mei 2012 yang berarti mengalami kenaikan sebesar 3.226.996 orang atau 10,59 %. Sedangkan untuk tenaga kerja yang terserap dari koperasi meningkat dari 358.768 tenaga kerja pada tahun 2012 menjadi 425.822 orang, naik 67.054 orang atau 18,69 %.

Namun ternyata pertumbuhan koperasi juga berbanding lurus dengan “ketidak aktifan” koperasi (mangkrak). Paling tidak ada sekitar 47.000 koperasi yang tidak aktif atau disalah gunakan untuk kepentingan tertentu yang justru merusak citra koperasi . Tidak aktifnya koperasi dapat disebabkan beberapa hal : kurangnya dana, kurangnya anggota terampil dan terlatih, serta majemen yang tidak efisien. Sedang penyebab citra koperasi menjadi buruk dikarenakan tujuan pendirian koperasi telah menyimpang dari tujuannya semula dan penyelewengan yang dilakukan oleh “oknum” untuk memperkaya diri dan kelompoknya.

Pada intinya, gerakan koperasi pada saat ini bisa dikatakan makin meredup. Sebab, seperti yang dikatakan Budi Laksono (2007), pejabat pemerintah kehilangan jejak substansi filosofis pembangunan koperasi sebagai soko guru ekonomi. Selain itu, disebabkan pula oleh perubahan Departemen Koperasi menjadi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Sehingga, berimplikasi pada menurunnya perhatian pemerintah pada upaya menggerakkan koperasi yang digagas pendiri bangsa, Bung Hatta sebagai soko guru perekonomian. Karena itu, tak heran, jika Sri Edi Swasono pakar koperasi menilai bahwa, langkah-langkah yang dilakukan Kementrian Koperasi dan UKM salah arah dan hanya terfokus pada UKM. Padahal, lanjut Swasono, UKM lebih banyak dilakukan oleh individu-individu, sedangkan koperasi lebih mengedepankan kebersamaan.

Di samping itu, koperasi yang sudah makin meredup itu, diperparah lagi dengan konflik internal aktivis gerakan koperasi. Konflik yang sebenarnya sudah terjadi dua tahun lalu itu, diawali oleh kelompok aktivis gerakan koperasi ketika mendeklarasikan Dekopin tandingan. Deklarasi Dekopin itulah kemudian yang menyeret Kementrian Koperasi dan UKM untuk terlibat masuk ke arena konflik, karena dianggap telah menelurkan keputusan yang merugikan salah satu pihak yang bertikai. Menteri akhirnya digugat dan berperkara hukum dengan salah satu Dekopin yang dikembari. Tak urung, pembinaan koperasi di daerah makin kedodoran. Sebab, dewan koperasi yang semestinya menjadi payung koperasi-koperasi di daerah tidak lagi sempat memikirkan pengembangan dan pembinaan, karena lebih asyik bertikai dengan sesama aktivis Dekopin lain versi, yang sampai saat ini belum kunjung usai. Sehingga, akibat konflik itu, dana pembinaan koperasi dari APBN oleh Menteri Keuangan tidak dicairkan sebelum kasus pertikaian itu selesai.


   3.  Solusi untuk memberdayakan Koperasi

Oleh: (Supardi, S.Sos)


    a)    Peningkatan peran pemerintah

Pemerintah harus segera sadar terhadap urgensi peran koperasi dalam menuntaskan kemiskinan di negeri ini. Seperti yang telah banyak dilakukan oleh negara-negara lain. Jangan hanya bertikai. Bagaimanapun juga koperasi yang sejatinya suatu lembaga ekonomi untuk menolong diri sendiri secara bersama-sama, sangat penting dalam meminimalisasi angka pengangguran yang makin meningkat. Karena itu, revitalisasi koperasi perlu ditingkatkan kembali di berbagai daerah di negeri ini.

Saatnya Pemerintah melalui dinas dan organisasi terkait lebih pro aktif, jemput bola dan melakukan pembinaan serta pengawasan berkesinambungan, memotivasi pembinaan dan pemberdayaan koperasi yang membutuhkan sinergi dari sumberdaya yang dimiliki bagi pemberdayaan koperasi, sehingga koperasi sebagai soko guru ekonomi bukan sekedar isapan jempol belaka.

    b)   Menanamkan “Kepekaan Individu” kepada para anggota Koperasi

Bung Hatta Bapak Koperasi Indonesia menafsirkan maksud UUD 1945 Pasal 33 Ayat 1, “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Kata “Koperasi” memang tidak disebutkan dalam pasal 33, ayat 1 tetapi “asas kekeluargaan” itu ialah koperasi. Begitu pula-lah hendaknya corak koperasi Indonesia. Hubungan antara anggota koperasi satu sama lain harus mencerminkan sebagai orang-orang yang bersaudara, satu keluarga. Rasa solidaritas harus dipupuk dan diperkuat.

Anggota di didik mempunyai kepekaan individu untuk solidaritas dengan niat menjalankan perannya di masyarakat. Apabila ia telah memiliki kepekaan individu, tekadnya akan kuat membela kepentingan koperasinya. Ingatannya akan tertuju kepada kepentingan bersama.

“Kepekaan Individu” menjadikan seorang anggota koperasi sebagai pembela dan pejuang yang giat bagi koperasinya. Dengan naik dan maju koperasinya, kedudukannya sendiri ikut naik dan maju. Dalam pelajaran dan usaha koperasi di bidang manapun juga, ditanam kemauan dan kepercayaan pada diri sendiri dalam persekutuan untuk melaksanakan “self-help” dan oto-aktivitas untuk kepentingan bersama.

Dalam mengasuh anggota koperasi selalu diutamakan cinta kepada masyarakat yang kepentingannya harus didahulukan dari kepentingan diri sendiri. Oleh karena itu anggota koperasi harus mempunyai tanggung jawab moral dan sosial. Apabila 2 tanggung jawab itu tidak ada, maka koperasi tidak akan tumbuh dan tidak akan menjadi badan usaha yang berguna. 

 c)    Anggota Koperasi harus mampu mengkombinasikan diri dengan unsur-unsur kombinasi Koperasi

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 pasal 3, koperasi bertujuan memajukan anggota khususnya masyarakat pada umumnya ikut serta membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berlandaskan pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

Badan Usaha Koperasi, disamping adanya kemauan orang perorang untuk menghimpun diri secara sukarela bekerjasama untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka, tunduk terhadap kaidah dan prisip ekonomi yang berlaku dengan mengacu pada konsep dan sistem yang bekerja pada suatu badan usaha, tetapi juga merupakan kombinasi antara 4 unsur yaitu

1.      Manusia;
2.      Aset fisik;
3.      Aset Non fisik; dan yang terakhir
4.      teknologi.

Sinergitas antara sosial dan ekonomi, adalah modal utama dalam berkoperasi. Modal sosial sebagai perekat yang memperkokoh jalinan antara anggota sebagai basis yang memperkuat kebersamaan dalam mencapai kepentingan dan tujuan Ekonomi.

Akhir-akhir ini jumlah koperasi semakin mengalami peningkatan. Semakin banyaknya koperasi secara kuantitatif mestinya dibarengi dengan peningkatan kualitas. Pakar hukum Koperasi Munkner Jerman (1982) sebagaimana dikutip Koch mengatakan Orientasi pengembangan kebijakan koperasi lebih kepada data kuantitatif, yang mengukur kemajuan koperasi dari jumlah koperasi yang didirikan, jumlah anggota, volume usaha yang dicapai, sementara aspek kualitatif yang seharusnya menjadi ukuran sering diabaikan.

Koperasi pada umumnya akan dapat berkembang apabila pengurus koperasi memiliki jiwa dan semangat enterpreneur yang mampu mencari peluang usaha sekaligus membangun jaringan dengan stake holders . Disamping tumbuhnya koperasi menjadi pelaku usaha menengah dan besar, banyak terjadi pertumbuhan koperasi yang baru dengan skala kecil dimana badan usaha tersebut membutuhkan pembinaan agar bisa menjadi pelaku ekonomi yang mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya.

Diakui atau tidak keterbatasan sumberdaya manusia menjadi kendala serius dalam perkoperasian, fakta menunjukkan kemampuan pengelolaan koperasi kita masih rendah, sehingga diperlukan pembinaan baik terhadap pengurus maupun anggota sehingga mendapatkan pemahaman, menjalankan dan mengembangkan usaha sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman.

Referensi: 

1.       http://berkoperasi.blogspot.com/2008/01/koperasi-sokoguru-ekonomi-indonesia.html
2.       http://www.beritametro.co.id/opini/masihkan-koperasi-jadi-soko-guru-perekonomian-indonesia
3.       http://mpn.kominfo.go.id/index.php/2012/07/13/koperasi-masihkah-sebagai-soko-guru-ekonomi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar