Senin, 27 Oktober 2014

Kehidupanku



Tulisan ke-1

Mata Pelajaran:                 Bahasa Indonesia 2
Nama:                              Aditya Siswantara
NPM:                               2021 2254
Kelas:                               3EB01

Masa Kecilku

Namaku Aditya Siswantara, di Tangerang, 20 Juni 1995, masa kecil yang indah kurasakan sebagai anak pertama dari Bapak Agus Salim dan Ibu Sri Susilawati Puji Ayu Larasati.  Menurut Nenekku, sejak kecil aku selalu dimanja dengan jalan-jalan ke mall tiap minggu oleh ibuku dan selalu menyantap KFC, maklum memang, pada waktu itu usaha bengkel yang dilakukan oleh Bapakku  tergolong sukses, bapakku pun memiliki mobil dan beberapa motor. Mungkin karena aku dimanja, aku tumbuh menjadi anak yang fisiknya lemah, badanku kecil dan tergolong ringkih, lagipula aku memang tidak suka memakan sayur karena itu pahit di lidah, jadi ketahanan tubuhku akan penyakit memang kurang, aku sering masuk angin, pusing kepala bahkan terkena kelenjar getah bening. 

Semenjak 1998 kala Indonesia mengalami krisis moneter, usaha ayahku pun mengalami kebangkrutan, pada tahun itu pulalah, Adik perempuanku, Devina Nurul Aulia lahir, tepatnya tanggal 22 Januari 1998, kami sempat pindah ke Jakarta untuk tinggal bersama nenek karena ibu dan ayahku menunggu adikku tumbuh agak besar terlebih dahulu sebelum akhirnya ayahku memilih Kota Bogor sebagai tempat tinggal kami berikutnya.Aku sedari kecil sudah menjadi anak yang pemalu, sehingga pada umur 5 tahun, ketika aku masuk TK, temanku tidak banyak karena aku tidak mudah untuk mengerti cara mereka dalam berteman, aku juga termasuk sulit sekali dihibur, berbeda dengan adikku, ia selalu tampak ceria dan punya banyak teman yang sering berkunjung ke rumah kami, sementara aku sangat selektif dalam memilih teman, oleh karena itu dari TK sampai SD Kelas 3, aku belum memiliki teman dekat, keadaanku sebagai cucu Kepala Sekolah membuatku kurang senang karena aku lebih dikenal sebagai cucu Kepala Sekolah, bukan sebagai diri sendiri
Teman terdekatku saat SD bernama Yanwar,  ia sangat menyenangkan untukku karena dia bisa menghiburku, ia terkadang sering di-bully karena suka berbohong dan sok tahu kala menceritakan progress- nya dalam bermain Play Station, ia juga memiliki fisik yang kurang bagus, karena itu ia sering diledek saat selesai bermain sepakbola, tapi Yanwar ingin membuktikan bahwa ia bisa bermain sepakbola, oleh karena itu suatu hari saat hujan turun, ia menendang bola dengan segenap kemampuannya dengan badan yang rentan kedinginan, aku turut prihatin dengannya, tapi aku tidak bisa melakukan apa-apa karena aku tidak bisa menyanggah perkataan murid-murid lain terhadapnya, karena aku merasa aku bukan orang yang sanggup berdebat dengan mereka. Semenjak kelas 4, aku bermain kartu Yugi-Oh dengannya, meskipun cara bermainnya masih asal-asalan dan tidak mengikuti peraturan, tetaplah menyenangkan bermain dengannya, aku sangat ingin Yanwar bermain bersamaku lagi karena ia adalah salah satu orang yang bisa membuat adik bungsuku, Muhammad Raihan Triantara, tertawa.  

Semasa kecil, aku adalah orang yang mudah ketakutan akan teguran oleh orang lain kala aku salah, aku ingat ketika awal sekolah dasar, aku mendapatkan nilai 6, aku memang tidak dimarahi oleh Ibuku, tetapi aku merasa terpukul karena aku melihat orangtua ku merasa kecewa, oleh karena itu aku kurang bersikap optimis, aku sangat takut kehilangan barang karena lupa. Aku sangat senang tidur dengan bantal guling bernama bobo yang telah menjadi teman tidurku sejak kecil, bahkan hingga aku menginjak SMP, aku selalu tidur bersama boneka itu dan selalu kehilangan kalau dia dicuci. Bobo sudah ditambal beberapa kali sampai ia benar-benar rusak dan aku betul-betul kehilangan dia. 

         Suatu hari, aku mulai menyadari bahwa aku harus berubah, karena aku sudah menjadi kakak untuk kedua  adikku, aku harus mengajarkan mereka arti hidup yang menurutku benar, aku pun selalu berusaha memperbaiki sikap dengan bersikap terbuka dan tidak terlalu pemalu dalam berteman. Aku belum tahu apakah itu sudah berhasil di masa sekarang? akupun belum tahu, apakah sifatku sudah membuat orang-orang di sekitarku nyaman? tetapi aku rasa, aku tidak pernah dengan sengaja membuat orang lain terluka, Kalimat terakhirku dalam tulisan ini, aku harap jalan hidupku ke depan akan sama seperti  apa  yang aku rencanakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar