Selasa, 10 Juni 2014

Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Kasus Persengketaan Konsumen dan Pelaku Usaha


Nama:   Aditya Siswantara
NPM:    2021 2254
Kelas:    2EB01

               
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spiritual dalam era demokrasi ekonomi berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;

b. bahwa pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung
tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan/atau jasa
yang memiliki kandungan teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
banyak dan sekaligus mendapatkan kepastian atas barang dan/atau jasa yang diperoleh
dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian konsumen;

c. bahwa semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi
harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat serta kepastian atas mutu,
jumlah, dan keamanan barang dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar;

d. bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran,
pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya
serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab;

e. bahwa ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia belum
memadai;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas diperlukan perangkat perundangundangan
untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan
pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat;

g. bahwa untuk itu perlu dibentuk Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen.
Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan Persetujuan:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi kepada konsumen.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
2. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.


3. Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.

4. Barang adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun
tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

5. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

6. Promosi adalah kegiatan pengenalan atau penyebarluasan informasi suatu barang dan/atau
jasa untuk menarik minat beli konsumen terhadap barang dan/atau jasa yang akan dan
sedang diperdagangkan.

7. Impor barang adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.

8. Impor jasa adalah kegiatan penyediaan jasa asing untuk digunakan di dalam wilayah
Republik Indonesia.

9. Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat adalah lembaga non-pemerintah
yang terdaftar dan diakui oleh pemerintah yang mempunyai kegiatan menangani
perlindungan konsumen.

10. Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi
oleh konsumen.

11. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan
menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen.

12. Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah badan yang dibentuk untuk membantu
upaya pengembangan perlindungan konsumen.

13. Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang
perdagangan.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum.

Pasal 3

Perlindungan konsumen bertujuan:
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;

b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses
negatif pemakaian barang dan/atau jasa;

c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya
sebagai konsumen;

d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;

e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen
sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi
barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

BAB III

HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama

Hak dan Kewajiban Konsumen

Pasal 4

Hak konsumen adalah:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau
jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;

c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Pasal 5

Kewajiban konsumen adalah:

a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;

c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

Bagian Kedua

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Pasal 6

Hak pelaku usaha adalah:

a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatunya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;

d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pasal 7

Kewajiban pelaku usaha adalah:

a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

d. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau
jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan;

f. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

g. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

BAB IV

PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA

Pasal 8

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode,
atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan
barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal"
yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan
yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.

(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat
atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

Pasal 9

(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan, mengiklankan suatu barang dan/atau
jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah:

a. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus,
standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau
guna tertentu;

b. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;

c. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor,
persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori
tertentu;

d. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;

e. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;

f. barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;

g. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;

h. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;

i. secara langsung atau tidak langsung merencahkan barang dan/atau jasa lain;

j. menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak
mengandung risiko atau efek sampingan tampak keterangan yang lengkap;

k. menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diperdagangkan.

(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat (1) dilarang melanjutkan
penawaran, promosi, dan pengiklanan barang dan/atau jasa tersebut.

Pasal 10

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar
atau menyesatkan mengenai:

a. harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;

b. kegunaan suatu barang dan/atau jasa;

c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;

d. tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;

e. bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 11

Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang
mengelabui/menyesatkan konsumen dengan:

a. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu
tertentu;

b. menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat
tersembunyi;

c. tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk
menjual barang lain;

d. tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan
maksud menjual barang yang lain;

e. tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud
menjual jasa yang lain;
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com

f. menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum melakukan obral.

Pasal 12

Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dan/atau
jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut
tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan,
dipromosikan, atau diiklankan.

Pasal 13

(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang
dan/jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain
secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak
sebagaimana yang dijanjikannya.

(2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat
tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara
menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan/atau jasa lain.

Pasal 14

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:

a. tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;

b. mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;

c. memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;

d. mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.

Pasal 15

Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap
konsumen.


Pasal 16


Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk

:
a. tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang
dijanjikan;


b. tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.


Pasal 17


(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang:


a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga
barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;


b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;


c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;


d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;


e. mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau
persetujuan yang bersangkutan;


f. melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai
periklanan.


(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar
ketentuan pada ayat (1).


www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
BAB V


KETENTUAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU


Pasal 18


(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen
dan/atau perjanjian apabila:


a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;


b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang
dibeli konsumen;


c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang
dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen;


d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang
berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran;



e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa
yang dibeli oleh konsumen;


f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi
harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;


g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,
tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku
usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;


h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang
dibeli oleh konsumen secara angsuran.


(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.


(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan batal demi hukum.


(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undangundang
ini.

BAB VI


TANGGUNG JAWAB PELAKU


Pasal 19


(1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan
atau diperdagangkan.


(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.


(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.


(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut
mengenai adanya unsur kesalahan.


www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku
usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.


Pasal 20


Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang
ditimbulkan oleh iklan tersebut.


Pasal 21


(1) Importir barang bertanggung jawab sebagai pembuat barang yang diimpor apabila importasi
barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan produsen luar negeri.


(2) Importir jasa bertanggung jawab sebagai penyedia jasa asing apabila penyediaan jasa asing
tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan penyedia jasa asing.


Pasal 22


Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku
usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.


Pasal 23


Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti
rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke
badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.


Pasal 24


(1) Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain bertanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila:


a. pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan perubahan apa pun
atas barang dan/atau jasa tersebut;


b. pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya perubahan
barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak sesuai dengan
contoh, mutu, dan komposisi.


(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari tanggung jawab atas
tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha lain yang membeli
barang dan/atau jasa menjual kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan
atas barang dan/atau jasa tersebut.


Pasal 25


(1) Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas
waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas
purna jual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.


(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti
rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut:


a. tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan;


b. tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.


Pasal 26


Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang
disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pasal 27


Pelaku usaha yang memproduksi barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang
diderita konsumen, apabila:


a. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksudkan untuk
diedarkan;


b. cacat barang timbul pada kemudian hari;


c. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;


d. kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;


e. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 (empat) tahun sejak barang dibeli atau lewatnya jangka
waktu yang diperjanjikan.


Pasal 28


Pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab pelaku
usaha.


BAB VII


PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Bagian Pertama


Pembinaan


Pasal 29


(1) Pemerintah bertanggung jawab atas pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
yang menjamin diperolehnya hak konsumen dan pelaku usaha serta dilaksanakannya
kewajiban konsumen dan pelaku usaha.


(2) Pembinaan oleh pemerintah atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri dan/atau menteri teknis terkait.


(3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan koordinasi atas penyelenggaraan
perlindungan konsumen.


(4) Pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
meliputi upaya untuk:


a. terciptanya iklim usaha dan tumbuhnya hubungan yang sehat antara pelaku usaha
dan konsumen;


b. berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;


c. meningkatnya kualitas sumber daya manusia serta meningkatnya kegiatan penelitian
dan pengembangan di bidang perlindungan konsumen.


(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan penyelenggaraan perlindungan konsumen
diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kedua


Pengawasan


Pasal 30


(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan
ketentuan peraturan perundang-undangannya diselenggarakan oleh pemerintah,
masyarakat, dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.


(2) Pengawasan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Menteri dan/atau menteri teknis terkait.
www.hukumonline.com

www.hukumonline.com
(3) Pengawasan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat
dilakukan terhadap barang dan/atau jasa yang beredar di pasar.


(4) Apabila hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ternyata menyimpang dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membahayakan konsumen, Menteri
dan/atau menteri teknis mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.


(5) Hasil pengawasan yang diselenggarakan masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dapat disebarluaskan kepada masyarakat dan dapat disampaikan
kepada Menteri dan menteri teknis.


(6) Ketentuan pelaksanaan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VIII


BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL


Bagian Pertama


Nama, Kedudukan, Fungsi, dan Tugas


Pasal 31


Dalam rangka mengembangkan upaya perlindungan konsumen dibentuk Badan Perlindungan
Konsumen Nasional.


Pasal 32


Badan Perlindungan Konsumen Nasional berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia
dan bertanggung jawab kepada Presiden.


Pasal 33


Badan Perlindungan Konsumen Nasional mempunyai fungsi memberikan saran dan pertimbangan
kepada pemerintah dalam upaya mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia.


Pasal 34


(1) Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Badan Perlindungan
Konsumen Nasional mempunyai tugas:


a. memberikan saran dan rekomendasi kepada pemerintah dalam rangka penyusunan
kebijaksanaan di bidang perlindungan konsumen;


b. melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang perlindungan konsumen;


c. melakukan penelitian terhadap barang dan/atau jasa yang menyangkut keselamatan
konsumen;


d. mendorong berkembangnya lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;


e. menyebarluaskan informasi melalui media mengenai perlindungan konsumen dan
memasyarakatkan sikap keberpihakan kepada konsumen;


f. menerima pengaduan tentang perlindungan konsumen dari masyarakat, lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pelaku usaha;


g. melakukan survei yang menyangkut kebutuhan konsumen.


(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Perlindungan
Konsumen Nasional dapat bekerjasama dengan organisasi konsumen internasional.


Bagian Kedua


Susunan Organisasi dan Keanggotaan
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pasal 35


(1) Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota, serta sekurang-kurangnya 15 (lima belas) orang
dan sebanyak-banyaknya 25 (dua puluh lima) orang anggota yang mewakili semua unsur.


(2) Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
atas usul Menteri, setelah dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia.


(3) Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional
selama 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan
berikutnya.


(4) Ketua dan wakil ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional dipilih oleh anggota.


Pasal 36


Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional terdiri atas unsur:


a. pemerintah;


b. pelaku usaha;


c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat;


d. akademis; dan


e. tenaga ahli.


Pasal 37


Persyaratan keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah:


a. warga negara Republik Indonesia;


b. berbadan sehat;


c. berkelakuan baik;


d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;


e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen; dan


f. berusaha sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.


Pasal 38


Keanggotaan Badan Perlindungan Konsumen Nasional berhenti karena:


a. meninggal dunia;


b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;


c. bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia;


d. sakit secara terus menerus;


e. berakhir masa jabatan sebagai anggota; atau


f. diberhentikan.


Pasal 39


(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen, Nasional dibantu
oleh sekretariat.


(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh seorang sekretaris yang
diangkat oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.


(3) Fungsi, tugas, dan tata kerja sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.


Pasal 40
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
(1) Apabila diperlukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional dapat membentuk perwakilan
di Ibu Kota Daerah Tingkat I untuk membantu pelaksanaan tugasnya.


(2) Pembentukan perwakilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut
dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.


Pasal 41


Dalam pelaksanaan tugas, Badan Perlindungan Konsumen Nasional bekerja berdasarkan tata
kerja yang diatur dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional.


Pasal 42


Biaya untuk pelaksanaan tugas Badan Perlindungan Konsumen Nasional dibebankan kepada
anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.


Pasal 43


Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Badan Perlindungan Konsumen Nasional diatur
dalam Peraturan Pemerintah.


BAB IX


LEMBAGA PERLINDUNGAN KONSUMEN SWADAYA MASYARAKAT


Pasal 44


(1) Pemerintah mengakui lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang
memenuhi syarat.


(2) Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat memiliki kesempatan untuk
berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.


(3) Tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat meliputi kegiatan:
a. menyebarkan informasi dalam rangka meningkatkan kesadaran atas hak dan
kewajiban dan kehati-hatian konsumen dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;


b. memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya;


c. bekerja sama dengan instansi terkait dalam upaya mewujudkan perlindungan
konsumen;


d. membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan
atau pengaduan konsumen;


e. melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat terhadap pelaksanaan
perlindungan konsumen.


(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas lembaga perlindungan konsumen swadaya
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Pemerintah.


BAB X


PENYELESAIAN SENGKETA


Bagian Pertama
Umum


Pasal 45


(1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
www.hukumonline.com

www.hukumonline.com
(2) Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.


(3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam Undang-undang.


(4) Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil
oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.


Pasal 46


(1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh:


a. seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan;


b. kelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama;


c. lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu
berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan
dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk
kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai
dengan anggaran dasarnya;


d. pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang
tidak sedikit.


(2) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf
c, atau huruf d diajukan kepada peradilan umum.


(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak
sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kedua


Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan

Pasal 47


Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk
menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh
konsumen.


Bagian Ketiga


Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan


Pasal 48


Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan mengacu pada ketentuan tentang peradilan
umum yang berlaku dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45.


BAB XI


BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN


Pasal 49


(1) Pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di Daerah Tingkat II untuk
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan.


(2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota badan penyelesaian sengketa konsumen, seseorang
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
a. warga negara Republik Indonesia;


b. berbadan sehat;


c. berkelakuan baik;


d. tidak pernah dihukum karena kejahatan;


e. memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang perlindungan konsumen;


f. berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun.


(3) Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur pemerintah, unsur
konsumen, dan unsur pelaku usaha.


(4) Anggota setiap unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah sedikit-dikitnya 3
(tiga) orang, dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.


(5) Pengangkatan dan pemberhentian anggota badan penyelesaian sengketa konsumen
ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 50


Badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) terdiri
atas:


a. ketua merangkap anggota;


b. wakil ketua merangkap anggota;


c. anggota.


Pasal 51


(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
sekretariat.


(2) Sekretariat badan penyelesaian sengketa konsumen terdiri atas kepala sekretariat dan
anggota sekretariat.


(3) Pengangkutan dan pemberhentian kepala sekretariat dan anggota sekretariat badan
penyelesaian sengketa konsumen ditetapkan oleh Menteri.


Pasal 52


Tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa konsumen meliputi:


a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui
mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;


b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;


c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;


d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undangundang
ini;


e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;


f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;


g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen;


h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini;


i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap
orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi
panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;


j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan/atau pemeriksaan;


k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap
perlindungan konsumen;


m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undangundang
ini.


Pasal 53


Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas dan wewenang badan penyelesaian sengketa
konsumen Daerah Tingkat II diatur dalam surat keputusan menteri.


Pasal 54


(1) Untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, badan penyelesaian sengketa
konsumen membentuk majelis.


(2) Jumlah anggota majelis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ganjil dan sedikitsedikitnya
3 (tiga) orang yang mewakili semua unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
49 ayat (3), serta dibantu oleh seorang panitera.


(3) Putusan majelis final dan mengikat.


(4) Ketentuan teknis lebih lanjut mengenai pelaksanaan tugas majelis diatur dalam surat
keputusan menteri.


Pasal 55


Badan penyelesaian sengketa konsumen wajib mengeluarkan putusan paling lambat dalam waktu
21 (dua puluh satu) hari kerja setelah gugatan diterima.


Pasal 56


(1) Dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak menerima putusan badan penyelesaian
sengketa konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 pelaku usaha wajib
melaksanakan putusan tersebut.


(2) Para pihak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri paling lambat 4 (empat
belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut.


(3) Pelaku usaha yang tidak mengajukan keberatan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dianggap menerima putusan badan penyelesaian sengketa
konsumen.


(4) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) tidak dijalankan oleh
pelaku usaha, badan penyelesaian sengketa konsumen menyerahkan putusan tersebut
kepada penyidik untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundangundangan
yang berlaku.


(5) Putusan badan penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan.


Pasal 57
Putusan majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (3) dimintakan penetapan
eksekusinya kepada Pengadilan Negeri di tempat konsumen yang dirugikan.


Pasal 58


(1) Pengadilan Negeri wajib mengeluarkan putusan atas keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 56 ayat (2) dalam waktu paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak
diterimanya keberatan.


(2) Terhadap putusan Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak
dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung Republik Indonesia.
www.hukumonline.com

www.hukumonline.com
(3) Mahkamah Agung Republik Indonesia wajib mengeluarkan putusan dalam waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak menerima permohonan kasasi.


BAB XII


PENYIDIKAN


Pasal 59


(1) Selain Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perlindungan konsumen juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.


(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:


a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan
tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;


b. melakukan pemeriksaan terhadap orang lain atau badan hukum yang diduga
melakukan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;


c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan
dengan peristiwa tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;


d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen;


e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti serta
melakukan penyitaan terhadap barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang perlindungan konsumen.


f. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di
bidang perlindungan konsumen.


(3) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik Pejabat
Polisi Negara Republik Indonesia.


(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan
hasil penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia.


BAB XIII


SANKSI


Bagian Pertama


Sanksi Administratif


Pasal 60


(1) Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal 25
dan Pasal 26.


(2) Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah).


(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut dalam peraturan perundang-undangan.


Bagian Kedua


Sanksi Pidana
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pasal 61


Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.


Pasal 62


(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e,
ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).


(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f di pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).


(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau
kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.


Pasal 63


Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman
tambahan, berupa:


a. perampasan barang tertentu;


b. pengumuman keputusan hakim;


c. pembayaran ganti rugi;


d. perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;


e. kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau


f. pencabutan izin usaha.


BAB XIV


KETENTUAN PERALIHAN


Pasal 64


Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertujuan melindungi konsumen yang
telah ada pada saat Undang-undang ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
diatur secara khusus dan/atau tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.


BAB XV


KETENTUAN PENUTUP


Pasal 65


Undang-undang ini mulai berlaku setelah 1 (satu) tahun sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan Di Jakarta,


Pada Tanggal 20 April 1999


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Ttd.


BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Diundangkan Di Jakarta,


Pada Tanggal 20 April 1999


MENTERI NEGARA/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.


AKBAR TANDJUNG


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 42
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UMUM

Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang
perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa
yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh
kemajuan teknologi telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi
barang dan/atau jasa yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam
negeri.

Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan
konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar
kebebasan untuk memilih aneka jenis kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan
kemampuan konsumen.

Di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut di atas dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha
dan konsumen menjadi tidak seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen
menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya oleh pelaku usaha
melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian standar yang merugikan
konsumen.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan
haknya masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya pendidikan konsumen. Oleh
karena itu, Undang-undang Perlindungan Konsumen dimaksudkan menjadi landasan hukum yang
kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan
upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen.

Upaya pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran pelaku usaha
yang pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang
semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat merugikan kepentingan
konsumen, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Atas dasar kondisi sebagaimana dipaparkan di atas, perlu upaya pemberdayaan konsumen
melalui pembentukan undang-undang yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara
integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.

Piranti hukum yang melindungi konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku
usaha, tetapi justru sebaliknya perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha yang
sehat yang mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui
penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas.

Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dalam pelaksanaannya tetap
memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menengah. Hal itu dilakukan melalui
upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya.

Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi
pembangunan nasional bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang
memberikan perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia
Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu dasar
negara Pancasila dan konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945.

Disamping itu, Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen pada dasarnya bukan merupakan
awal dan akhir dari hukum yang mengatur tentang perlindungan konsumen, sebab sampai pada
terbentuknya Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini telah ada beberapa undangundang
yang materinya melindungi kepentingan konsumen, seperti:

a. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang, menjadi Undang-undang;


b. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Hygiene;
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah;


d. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal;


e. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan;


f. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian;


g. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan;


h. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1987 tentang Kamar Dagang dan Industri;


i. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;


j. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing The World Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);


k. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas;


l. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil;


m. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan;




n. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987;


o. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Hak Cipta
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987;


p. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 19
Tahun 1989 tentang Merek;


q. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;


r. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran;


s. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan;


t. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7
Tahun 1992 tentang Perbankan.


Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar hak atas kekayaan intelektual (HAKI)
tidak diatur dalam Undang-undang tentang Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-undang Nomor 13 Tahun 97
tentang Paten, dan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek, yang melarang
menghasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar tentang HAKI.


Demikian juga perlindungan konsumen di bidang lingkungan hidup tidak diatur dalam Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen ini karena telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mengenai kewajiban setiap orang untuk
memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran
dan perusakan lingkungan hidup.


Di kemudian hari masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada
dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dengan demikian, Undangundang
tentang Perlindungan Konsumen ini merupakan payung yang mengintegrasikan dan
memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen.


PASAL DEMI PASAL


Pasal 1


Angka 1


Cukup jelas


Angka 2


Di dalam kepustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara.
Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk, sedangkan

konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari
proses suatu produk lainnya. Pengertian konsumen dalam Undang-undang ini adalah
konsumen akhir.


Angka 3
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, koperasi,
BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.


Angka 4


Cukup jelas


Angka 5
Cukup jelas


Angka 6
Cukup jelas


Angka 7
Cukup jelas


Angka 8
Cukup jelas


Angka 9


Lembaga ini dibentuk untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya
perlindungan konsumen serta menunjukkan bahwa perlindungan konsumen menjadi
tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat.


Angka 10


Cukup jelas


Angka 11


Badan ini dibentuk untuk menangani penyelesaian sengketa konsumen yang efisien,
cepat, murah dan profesional.


Angka 12


Cukup jelas


Angka 13


Cukup jelas


Pasal 2


Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang
relevan dalam pembangunan nasional yaitu:


1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.


2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.


3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.


4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.


5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
negara menjamin kepastian hukum.


Pasal 3


Cukup jelas


Pasal 4


Huruf a
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Cukup jelas


Huruf b


Cukup jelas


Huruf c


Cukup jelas


Huruf d


Cukup jelas


Huruf e


Cukup jelas


Huruf f


Cukup jelas


Huruf g


Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin dan status sosial
lainnya.


Huruf h


Cukup jelas


Huruf i


Cukup jelas


Pasal 5


Cukup jelas


Pasal 6
Cukup jelas


Pasal 7


Huruf a


Cukup jelas


Huruf b
Cukup jelas


Huruf c


Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan.
Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.


Huruf d


Cukup jelas


Huruf e
Yang dimaksud dengan barang dan/atau jasa tertentu adalah barang yang dapat diuji atau
dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian.


Huruf f


Cukup jelas


Huruf g


Cukup jelas


Pasal 8


Ayat (1)


Huruf a
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Cukup jelas


Huruf b


Cukup jelas


Huruf c


Cukup jelas


Huruf d


Cukup jelas


Huruf e


Cukup jelas


Huruf f


Cukup jelas


Huruf g


Jangka waktu penggunaan/pemanfaatannya yang paling baik adalah terjemahan
dari kata best before yang biasa digunakan dalam label produk makanan.


Huruf h


Cukup jelas


Huruf i


Cukup jelas


Huruf j


Cukup jelas


Ayat (2)


Barang-barang yang dimaksud adalah barang-barang yang tidak membahayakan
konsumen menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Ayat (3)


Sediaan farmasi dan pangan yang dimaksud adalah yang membahayakan konsumen
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Ayat (4)


Menteri dan menteri teknis berwenang menarik barang dan/atau jasa dari peredaran.


Pasal 9


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Pasal 10


Cukup jelas


Pasal 11


Huruf a


Cukup jelas


Huruf b


Cukup jelas


Huruf c


Cukup jelas
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Huruf d


Yang dimaksud dengan jumlah tertentu dan jumlah yang cukup adalah jumlah yang
memadai sesuai dengan antisipasi permintaan konsumen.


Huruf e


Cukup jelas


Huruf f


Cukup jelas


Pasal 12


Cukup Jelas


Pasal 13


Ayat (1)


Cukup Jelas


Ayat (2)


Cukup Jelas


Pasal 14


Cukup jelas


Pasal 15


Cukup jelas


Pasal 16


Cukup jelas


Pasal 17


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Pasal 18


Ayat (1)


Larangan ini dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen setara dengan
pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.


Huruf a


Cukup jelas


Huruf b


Cukup jelas


Huruf c


Cukup jelas


Huruf d


Cukup jelas


Huruf e


Cukup jelas
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Huruf f


Cukup jelas


Huruf g


Cukup jelas


Huruf h


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Ayat (4)


Cukup jelas


Pasal 19


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Ayat (4)


Cukup jelas


Ayat (5)


Cukup jelas


Pasal 20


Cukup jelas


Pasal 21


Ketentuan ini dimaksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik.


Pasal 22


‘Ketentuan ini dimaksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik.


Pasal 23


Cukup jelas


Pasal 24


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Pasal 25


Ayat (1)


Cukup jelas
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Ayat (2)


Cukup jelas


Pasal 26


Cukup jelas



Pasal 27


Huruf a


Cukup jelas


Huruf b


Cacat timbul di kemudian hari adalah sesudah tanggal yang mendapat jaminan dari pelaku
usaha sebagaimana diperjanjikan, baik tertulis maupun lisan.


Huruf c


Yang dimaksud dengan kualifikasi barang adalah ketentuan standarisasi yang telah
ditetapkan pemerintah berdasarkan kesepakatan semua pihak.


Huruf d


Cukup jelas


Huruf e


Jangka waktu yang diperjanjikan itu adalah masa garansi.


Pasal 28




Cukup jelas


Pasal 29


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Ayat (4)
Cukup jelas


Ayat (5)


Cukup jelas


Pasal 30


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Yang bertanggung jawab dengan menteri teknis adalah menteri yang bertanggung jawab
secara teknis menurut bidang tugasnya.


Ayat (3)


Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat dilakukan atas barang dan/atau jasa yang beredar di pasar dengan
cara penelitian, pengujian dan/atau survei.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Aspek pengawasan meliputi pemuatan informasi tentang risiko penggunaan barang jika
diharuskan, pemasangan label, pengiklanan, dan lain-lain yang disyaratkan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan dan kebiasaan dalam praktik dunia usaha.


Ayat (4)


Cukup jelas


Ayat (5)


Cukup jelas


Ayat (6)


Cukup jelas


Pasal 31


Cukup jelas


Pasal 32


Cukup jelas


Pasal 33

Cukup jelas


Pasal 34


Ayat (1)


Huruf a


Cukup jelas


Huruf b


Cukup jelas


Huruf c


Cukup jelas


Huruf d


Cukup jelas


Huruf e


Keberpihakan kepada konsumen dimaksudkan untuk meningkatkan sikap peduli
yang tinggi terhadap konsumen (wise consumerism).


Huruf f


Cukup jelas


Huruf g


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Pasal 35


Ayat (1)


Jumlah wakil setiap unsur tidak harus sama.


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Ayat (4)

www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Cukup jelas


Pasal 36


Huruf a


Cukup jelas


Huruf b


Cukup jelas


Huruf c


Cukup jelas


Huruf d


Akademis adalah mereka yang berpendidikan tinggi dan anggota perguruan tinggi.


Huruf e


Tenaga ahli adalah mereka yang berpengalaman di bidang perlindungan konsumen.


Pasal 37


Cukup jelas


Pasal 38


Huruf a
Cukup jelas


Huruf b
Cukup jelas


Huruf c
Cukup jelas


Huruf d
Sakit secara terus menerus sehingga tidak mampu melaksanakan tugasnya.


Huruf e
Cukup jelas

Huruf f
Cukup jelas


Pasal 39


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Pasal 40


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah
keputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota.
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Pasal 41


Yang dimaksud dengan keputusan Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional adalah
keputusan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota.


Pasal 42


Cukup jelas


Pasal 43


Cukup jelas


Pasal 44


Ayat (1)
Yang dimaksud dengan memenuhi syarat, antara lain, terdaftar dan diakui serta bergerak
di bidang perlindungan konsumen.


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Ayat (4)


Cukup jelas


Pasal 45


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup
kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap
diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang
bersengketa.


Yang dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan
oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui
pengadilan atau badan penyelesaian sengketa konsumen dan tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini.


Ayat (3)


Cukup jelas


Ayat (4)


Cukup jelas


Pasal 46


Ayat (1)


Huruf a


Cukup jelas



Huruf b


Undang-undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan
Kelompo
k atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar
dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah
adanya bukti transaksi.


Huruf c
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Cukup jelas


Huruf d


Tolok ukur kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit yang
dipakai adalah besar dampaknya terhadap konsumen.


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Pasal 47

Bentuk jaminan yang dimaksud dalam hal ini berupa pernyataan tertulis yang menerangkan bahwa
tidak akan terulang kembali perbuatan yang telah merugikan konsumen tersebut.


Pasal 48

Cukup jelas


Pasal 49


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Unsur konsumen adalah lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau
sekelompok konsumen.


Ayat (4)

Cukup jelas


Ayat (5)


Cukup jelas


Pasal 50


Cukup jelas


Pasal 51


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)




Cukup jelas


Pasal 52


Cukup jelas


Pasal 53


Cukup jelas


Pasal 54
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan putusan majelis bersifat final adalah bahwa dalam badan
penyelesaian sengketa konsumen tidak ada upaya banding dan kasasi.


Ayat (4)


Cukup jelas


Pasal 55


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas



Ayat (3)


Cukup jelas


Ayat (4)


Cukup jelas


Ayat (5)


Cukup jelas


Pasal 57


Cukup jelas


Pasal 58


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Pasal 59


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Ayat (4)


Cukup jelas


Pasal 60


Ayat (1)


Cukup jelas
www.hukumonline.com
www.hukumonline.com
Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Pasal 61


Cukup jelas


Pasal 62


Ayat (1)


Cukup jelas


Ayat (2)


Cukup jelas


Ayat (3)


Cukup jelas


Pasal 63


Cukup jelas


Pasal 64


Cukup jelas


Pasal 65


Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3821

CONTOH KASUS PERSENGKETAAN ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

Berikut sebuah curahan hati konsumen tentang LPG:

LPG 15,23 Kg Sulit Dicari dan Isinya Tidak Menentu

Oleh: Asrim dari Makassar

Dengan mudahnya PERTAMINA  menaikka harga LPG 15,23 kg yang biasanya dijual 80 ribuan sehingga mencapai harga 120 ribu rupiah pertabungnya. Apa yang salah dengan kenaikan harga LPG tersebut…………………………………….? Yang salah adalah isi dari tabung gas LPG sangat sulit dipertanggung jawabkan.

Jika membeli LPG 15,23 Kg dari pompa bensin milik Pertamina maka isi dari tabung dapat dipertanggung jawabkan, dapat dilihat dari ukuran (meteran) gas LPG akan terlihat penuh, tetapi jika membeli LPG dari penjual LPG keliling  maka percayalah isi tabung akan kurang dari jumlah yang seharusnya. Isi dapat dilihat pada meteran dan bila dipakai maka akan lebih cepat habis jika dibandingkan dengan gas LPG yang diberi dari pomp bensin.

Masalahnya LPG di stasiun pompa bensin biasanya cepat habis sehingga masyarakat terpaksa membeli LPG dari penjual LPG keliling atau ke pengecer yang justru selalu siap.

Jadi sebenarnya penjualan LPG selain merugikan Pertamina maka rakyat juga dirugikan oleh penjualan LPG dengan isi yang tidak standar. Siapakah yang harus melindungi masyarakat dari kerugian akibat membeli LPG yang volumenya dimainkan oleh pengecer tersebut?

Sebaiknya pertamina dan pihak terkait melakukan pengawasan ketat terhadap agen-agen pengecer mereka, 120 ribu rupiah bukanlah jumlah yang kecil, ingat penipuan sudah berlangsung lama dan tidak ada tindakan apa-apa. Menunggu laporan masyarakat…? Tak mungkinlah……..coba saja datangi tempat-tempat dari para pengecer, atau ambil sampel dari penjaja LPG keliling periksa isi tabungnya maka akan ketahuan.

Hai para pejabat dan polisi and politisi…….masyarakat perlu dilindungi hitung-hitung sebagai balas budi karena masih mau nyoblos pemilu nanti

Referensi:
-http://siswaspk.kemendag.go.id/umum/UU_PERLINDUNGAN_KONSUMEN_8_1999.pdf

-ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/01/02/lpg-1523-kg-sulit-dicari-dan-isinya-tidak-menentu-621657.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar