Menjadi manusia yang sukses adalah impian setiap insan di dunia
tatkala kecil, tetapi banyak orang yang
harus mengalami banyak cobaan dan gejolak hidup untuk menjadi pribadi yang
mapan, dalam bidang olahraga khususnya sepakbola, nama yang layak untuk
diperbincangkan adalah Gelandang asal Kroasia: Luka Modric. Nama Luka Modric
mulai bersinar sejak bermain gemilang bersama Tottenham Hotspur pada periode
2008 hingga 2012. Layaknya seorang megabintang yang tengah berada di puncak
karier, segala sepak terjang Modric bersama Tottenham dan Timnas Kroasia tak
pernah luput dari pantauan Los Blancos sehingga akhirnya Modric pun berlabuh
sebagai pemilik nomor punggung 19 di Klub sepakbola tersukses di daratan
Spanyol, Real Madrid dengan biaya transfer sebesar 33 Juta Pounds.
Tak banyak yang mengetahui kalau Modric memiliki masa lalu yang
kelam. Seperti kebanyakan bocah Kroasia pada usianya, Modric dibesarkan di
tengah perang saudara yang pecah di Yugoslavia pada 1991. Kondisi yang membuat Modric kecil sempat
mengalami hambatan besar untuk melatih kemampuannya mengolah si kulit bundar.
Dibandingkan Pesepakbola profesional lainnya, Modric mempunyai
kisah masa kecil yang jauh lebih tragis.
Rekannya di Klub Real Madrid misalnya, Cristiano Ronaldo cenderung tidak
memiliki masalah dengan masa kecilnya, sementara Messi harus berkutat dengan masalah
hormon tetapi ada Klub Barcelona yang menyelamatkan kehidupannya semenjak masih
anak-anak. Modric memiliki penderitaan
yang jauh lebih menyakitkan dibanding Lionel Messi, pemain berambut pirang ini
harus menghadapi peperangan. Selain itu, dia juga berasal dari keluarga yang
sangat miskin.
Saat Modric berumur enam tahun, Ayahnya , seorang Serdadu yang
ditempatkan di Angkatan Darat Kroasia, harus meninggalkannya untuk berjibaku
dalam Perang Balkan pada 1991. Ia pun hidup tanpa merasakan kehadiran dan
sentuhan kedewasaan dari ayahnya untuk sementara waktu. Modric dan ibunya harus
berpindah-pindah tempat tinggal untuk menghindari perang. Mereka hidup penuh
kegelisahan akan hadirnya
ledakan-ledakan yang kapan pun
dapat hadir untuk membahayakan jiwa mereka.
Hari-hari kelam pun perlahan berlalu, setelah menjauh dari daerah
konflik, Modric kecil pun mulai akrab dengan sepakbola. Hari-harinya pun tak
pernah lepas dari si kulit bundar. Sepakbola pun mulai menjadi mimpi Modric.
Saat usianya menginjak delapan tahun, Modric mulai mencuri perhatian pemandu
bakat salah satu klub besar Kroasia, Hajduk Split. Sayangnya, hanya dua pekan
Modric menimba ilmu di Hajduk, ia tidak disertakan dalam latihan lagi alias dilepas. Ia pun kembali ke Zadar
bersama ibunya, dengan kondisi ekonomi seadanya, keluarga Modric berusaha
bertahan hidup. Sampai akhirnya secercah
harapan itu hadir, takdir mempertemukan Modric pada dengan Tomislav Basic,
kepala tim muda Zadar, saat usianya menginjak 10 tahun.
Menurut Tomislav Basic, orang yang pertama kali menemukan bakat
besar Modric, mereka sangat miskin. "Mereka tak mampu membelikan Luka
Modric sebuah kaos atau pelindung betis. Jadi saya sedikit membantu dengan
membuatkan pelindung betis dari kayu untuknya. Saya masih menyimpannya karena
saya tahu, ia akan jadi pemain
besar," ungkap Basic.
Modric akhirnya bergabung dengan Dinamo Zagreb pada usia 16
tahun,namun ia harus kembali mengalami peperangan sekali lagi. Kali ini Modric
sudah diharuskan menjalani wajib militer dan ditempatkan sebagai seorang
tentara di Mostar.
Di tengah wajib militer itu, Modric sempat bermain pada musim itu
di Liga Bosnia (HŠK Zrinjski Mostar). Di sana, dia tampil luar biasa hingga
menjadi pemain terbaik. Musim berikutnya, Modric menjalani masa peminjaman di
NK Inter Zaprešić, Zagreb. Kemunculannya sebagai bintang tidak lepas dari
sosok manajer asal Spanyol, Juande Ramos
yang kepincut dengan talenta Modric, bahkan Ramos berani menggelontorkan dana 22 juta euro untuk
membawanya ke Tottenham, jumlah uang yang sangat tinggi untuk pemain yang belum
teruji kualitasnya di Liga besar dunia contohnya English Premier League.
Pemain sepakbola kelahiran Zadar, 9 September 1985 ini, tak terlalu suka mengingat masa getir
kehidupannya. Terakhir kali dia mengatakan tentang masa lalunya itu, dia
menekankan bahwa perang membuatnya jadi kuat.
"Perang membuat saya menjadi lebih kuat. Itu adalah masa-masa
sulit. Saya tak ingin selalu mengingatnya, tapi saya juga tak akan
melupakannya. Saat ini, saya sudah siap untuk segalanya.” Tutur pemain yang selalu memakai asesoris rambut di setiap
penampilannya bersama Raksasa Spanyol, Real Madrid.
Karier Modric pun melesat, kehidupannya tak lagi susah seperti
saat kecil dulu, sekarang Modric bisa menikmati kekayaan yang didapat dari
perjuangannya mengais mimpi di lapangan hijau. Berkat perang, Modric menjadi
kuat. Tubuhnya memang kecil, namun semangat juang telah mengantarkan Modric
berlabuh di salah satu klub impiannya, Real Madrid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar