Jumat, 29 November 2013

Tugas Ekonomi Koperasi ke-5. Siapkah Koperasi Menghadapi Era Globalisasi



Nama: Aditya Siswantara
Kelas: 2EB01
NPM: 2021 2254

Fenomena ekonomi abad ke-20 telah mengubah dunia, fenomena itu tak lain dan tak bukan adalah Era Globalisasi yang telah mengguncang kegiatan perekonomian dunia. Era ini ditandai dengan perdagangan bebas tanpa mengenal perlakuan khusus bagi domestik dan dimudahkannya barang asing dengan kualitas yang baik memenuhi pasar lokal. Banyak Badan Usaha Di Indonesia tentu tidak siap dengan persaingan kualitas antar produk yang mencengangkan ini, bahkan mungkin beberapa Badan Usaha terancam atau sudah bangkrut, termasuk Koperasi.

Globalisasi

                Globalisasi membuat Pergerakan barang, uang dan modal berjalan dengan bebas, hal ini membuat perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing menjadi sama. Era ini menjadi  batu sandungan bagi masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Masyarakat domestik tidak mampu untuk membendung aliran globalisasi di sekitar mereka, salah satunya jalan adalah mengatasinya, bukan menghindarinya, untuk itu diperlukan antisipasi dan persiapan diri terhadap bahaya-bahaya globalisasi.

                Koperasi dan UMKM sebagai pelaku usaha diharuskan bisa cepat mereaksi dan menyiapkan solusi-solusi untuk menghadapi globalisasi. Bukan berpangku tangan dan menggerutu bahwa kita belum mampu melawan globalisasi tanpa punya kemauan untuk berusaha dan berkeringat, tidak akan ada lampu terang bila Koperasi dan UMKM tidak bisa menyalakannya sendiri.

                Komentar-komentar pedas pun keluar dari mulut kalangan akademisi, para pelaku bisnis, maupun pengamat ekonomi. Banyak yang dengan keras menyuarakan ketidaksiapan menatap perdagangan bebas dengan Republik Rakyat Cina (ACFTA), selidik punya selidik, ternyata yang bersuara paling keras adalah pengamat, bukan pelaku bisnis.

                Kita telah mengetahui sebelumnya bahwa globalisasi ekonomi telah menjadi pakem perdagangan dunia, tetapi sistem ini membawa dampak yang penuh masalah. Kelompok anti globalisasi percaya kalau liberalisasi ekonomi cuma menguntungkan pihak yang kuat dalam finansial pra globalisasi dan melumpuhkan pihak-pihak yang kontribusi pendapatannya menengah ke bawah, tingkat transaksi yang terus melemah setiap hari terus menurun, negara berkembang terus digerus pasarnya oleh negara maju dan mereka sangat bergantung terhadap produk dari negara itu sehingga neraca perdagangan negara-negara berkembang pada umumnya menunjukkan angka impor (dalam satuan kurs negara masing-masing) yang luar biasa dahsyat, hal itu menghancurkan struktur ekonomi negara berkembang dan menciptakan ketergantungan struktural terhadap negara maju, negara berkembang yang tak mampu menyelesaikan kegiatan ekonomi secara makro akan mengalami defisit anggaran dan mereka akan meminjam dana kepada negara maju, hal itu menyebabkan negara berkembang tak mampu untuk menata struktur perekonomian mereka dikarenakan hutang yang selalu menjadi prioritas penggunaan Anggaran Dasar Negara demi pembayaran.

                Datangnya globalisasi tahap demi tahap dengan tingkat resiko yang berbeda-beda haruslah disikapi dengan persiapan tinggi, kegiatan yang harus dilakukan oleh Perusahaan-Perusahaan Domestik menurut saya adalah memperbaiki kualitas produk dan menetapkan harga yang bersaing serta promosi yang menarik, sehingga perdagangan bebas Indonesia dengan Cina pasca ditetapkannya ACFTA tidak terlalu mempengaruhi pendapatan Perusahaan-Perusahaan domestik, sehingga tidak menimbulkan kesengsaraan disaat Produsen lokal melakukan persaingan ketat di pasar

Murahnya produk dari Cina  memang menguntungkan konsumen di dalam negeri karena masyarakat yang berpendapatan rendah dapat membeli barang yang ia inginkan tanpa harus menguras kantong mereka, alangkah baiknya bila produk dalam negeri mampu menyaingi harga produk-produk Cina sehingga terjadi take and gift antara sesama masyarakat Indonesia, sehingga perputaran uang yang terbesar terjadi pada masyarakat domestik sehingga terjadi ke sejahteraan seluruh masyarakat.

Koperasi di Era Globalisasi

                Adanya beberapa koperasi di sekitar kita mempunyai peran dan manfaat yang tingkatannya berbeda-beda. Hal tersebut telah tercantum dalam tiga tingkat bentuk eksistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :

Pertama, koperasi dilihat sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh masyarakat . Kegiatan usaha yang dijalankan tadi  dapat dicontohkan seperti: pelayanan kebutuhan uang (baik sebagai modal usaha atau memperbanyak aktiva) atau perkreditan, kegiatan pemasaran, serta kegiatan lain. Pada umumnya, dalam tingkatan ini  koperasi menjadi penyedia layanan kegiatan usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya dikarenakan adanya hambatan dalam hal peraturan.
Peran koperasi seperti ini juga terjadi jika memang pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari lembaga lain selain jenis badan usaha tersebut. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediakan dana, koperasi tersebut memberikan metode-metode yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur yang harus diselesaikan untuk memperoleh dana dari bank. Hal lain yang menyebabkan aksesibilitas kepada koperasi lebih tinggi dapat dilihat pada beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat untuk menikmati pelayanan dari lembaga lain selain koperasi yang berada di wilayahnya.

Kedua, koperasi sudah menjadi wujud alternatif dibandingkan lembaga usaha lain. Dalam keadaan ini, masyarakat telah merasakan dan kemudian menganggap bahwa manfaat dan peran koperasi yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain adalah fakta. Keterlibatan anggota (atau juga bukan anggota) dengan lingkungan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat koperasi mampu memberikan suatu pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi tersebut dinilai sudah mencapai suatu ‘tingkatan’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya untuk kemajuan masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu diidentifikasikan mampu untuk terus memberi manfaat dan peran yang terasa lebih tinggi dibandingkan dengan lembaga usaha yang lainnya, demikian pula dengan Koperasi Kredit.

Ketiga, koperasi dapat menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memiliki ini dinilai telah menjadi penyebab utama yang membuat koperasi mampu terus menjaga eksistensi  pada berbagai kondisi yang menyudutkan badan-badan usaha yang ber-skala usaha kecil hingga menengah, koperasi menggunakan loyalitas anggota sebagai senjata utama dan kesungguhan anggota untuk bersama-sama menghadapi kesulitan koperasi . Sebagai contoh kasus, saat kondisi perbankan menjadi tidak stabil dikarenakan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas para anggota Kopdit menyebabkan anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi kepada rekening bank. Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan dalam jangka waktu yang lama, telah diketahui dari pelayanan,  kemampuannya melayani dapat dijalankan dengan penuh ketulusan karena koperasi merupakan organisasi ‘milik’ anggota, dan anggota cenderung menjauh dari ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi yang telah disebutkan di atas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat menjadi organisasi milik semua anggota  sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain dikarenakan ketidaktergantungan pada spekulasi-spekulasi yang dilakukan apabila bertransaksi oleh Bank.

        Jadi secara gamblang memang terlihat bahwa Koperasi Indonesia mempunyai peran yang penting untuk masyarakat Indonesia dan anggota koperasi harus disokong guna menghadapi era globalisasi dimana kondisi ini menyebabkan semakin banyak pesaing ekonomi yang bermunculan dari luar negeri. Dalam keadaan sesulit apapun, keberadaan koperasi masih sangat penting dan sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia karena koperasi selalu berkomitmen dalam usahanya mensejahterakan rakyat Indonesia. Selain itu koperasi tidak harus lenyap apabila kalah saing, perubahan orientasi pasar dapat dilakukan sehingga koperasi dapat  berbaur atau mengikuti trend negara lain dan masih dapat bertahan dengan menjalankan fungsi-fungsinnya selama ini dengan beberapa penyesuaian demi mengambil beberapa persen pangsa pasar.

Harapan dan Kecemasan akan Globalisasi
         Globalisasi membawa sejumlah proses percepatan interaksi yang memiliki ruang lingkup luas di dalam bidang ekomomi, politik, teknologi, sosial dan budaya. Globalisasi merupakan sebuah kata yang digunakan untuk menggambarkan multi lapis dan multi dimensi proses dan fenomena hidup yang sebagian besar didorong oleh Bangsa Barat dan khususnya kapitalisme beserta nilai-nilai hidupnya dan pelaksanaannya (Samuel M. Makinda dalam Dochak Latief, 2000).

         Dilihat dari sudut pandang ekonomi, definisi globalisasi pada intinya adalah peningkatan interaksi dan integrasi di dalam perekonomian baik di dalam maupun antar negara, yang meliputi aspek-aspek investasi, perdagangan, perpindahan faktor-faktor produksi dalam bentuk migrasi tenaga kerja dan penanaman modal asing, keuangan dan perbankan internasional serta arus devisa (Mahmud Toha, 2002). Interaksi ekonomi antar Negara yang dimaksud mencakup aliran arus keuangan, perdagangan, dan produksi, sedangkan integrasi memiliki arti bahwa perekonomian domestik atau nasional pada setiap negara secara efektif merupakan bagian yang tidak terpisah dan tidak dapat terseparasi dari satu perekonomian tunggal dunia.

         Jadi definisi integrasi lebih keras/tegas dibandingkan interaksi. Berdasarkan kedua kata yang dibahas tadi, dapat disimpulkan definisi globalisasi ekonomi adalah suatu keadaan yang menyebabkan perekonomian lokal  dan nasional terintegrasi dalam satu perekonomian tunggal yang bersifat global.
  
Langkah-Langkah Antisipatif Koperasi Dalam Globalisasi

         E.F. Schumacher (1978) berpendapat bahwa small is beautiful. John Naisbitt (1944) merasa percaya bahwa masa depan perekonomian global berada ditangan unit usaha yang kecil, otonom, namun padat teknologi. Dari kedua pendapat tersebut mendorong keyakinan kita bahwa sektor-sektor usaha kecil di Indonesia perlu diberi kesempatan untuk berperan lebih banyak. Oleh karena itu. paradigma pengembangan ekonomi rakyat layak diaplikasikan dalam tatanan praktis. Pendapat A.P.Y. Djogo (dalam Mubyarto, 1999) perlu dikemukakan yang menganalisis perbedaan antara“ekonomi rakyat” dan “ekonomikonglomerat” dengan kesimpulan bahwa, jika ekonomi konglomerat “sejak dari sananya” adalah “ekonomi pertumbuhan”, maka ekonomi rakyat adalah “ekonomi pemerataan”.

         Keistimewaan koperasi adalah tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi ternyata dapat memberi laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba tersebut.

         Untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan internal maupun eksternal. Di sisi internal, dalam tubuh koperasi masih banyak virus yang merugikan. Yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi sebagai wahana sosial politik.

         Manuver koperasi pada akhirnya bukan ditujukan untuk kemajuan koperasi dan kesejahteraan anggota, melainkan untuk keuntungan politik kelompok tertentu.. Sebagai contoh, misalnya KUD (Koperasi Unit Desa) diplesetkan menjadi “Ketua Untung Dulu”, tentunya menggambarkan adanya pihak yang lebih diuntungkan koperasi yaitu para elit pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi para pengurus koperasi kadangkala merangkap jabatan birokratis, politis atau jabatan kemasyarakatan, sehingga terjadinya konflik peran. Konflik yang berlatarbelakang nonkoperasi dapat terbawa kedalam lembaga koperasi, sehingga mempengaruhi citra koperasi.

        Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas pemerintah dalam konteks pengembangan koperasi. Karena sumberdaya dan budidaya koperasi lebih di alokasikan untuk menguraikan konflik-konflik sosial politik, maka agenda ekonomi yang konkret tidak dapat diwujudkan. Koperasi jadi impoten, dimana fungsi sebagai wahana mobilisasi dan perjuangan perekonomian rakyat kecil tidak berjalan. Jadi langkah pertama dalam pembenahan koperasi adalah kesanggupan untukmerestrukturisasi hambatan internal, dengan mengkikis habis segala konflik yang ada.

         Untuk mengganti mentalitas anggota yang oportunitis, dibutuhkan upaya penumbuhkembangan etos dan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan anggota koperasi. Langkah-langkah inovasi usaha perlu terus ditumbuhkembangkan. Kedua, pembenahan manajerial. Manajemen koperasi di masa mendatang diharuskan terus melakukan pengarahan fokus terhadap pasar, mempunyai sistem pencatatan keuangan yang baik, serta menyiapkan perencanaan arus kas dan kebutuhan modal mendatang. Ketiga, strategi integrasi keluar dan kedalam, dalam integrasi ke luar, dibutuhkan kerjasama terspesialisasi antar koperasi maupun kerjasama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling menguntungkan, sementara yang dimaksud integrasi ke dalam adalah munculnya tuntutan kepada koperasi  agar menempatkan anggotanya sebagai pelaku aktif dalam proses produksi dan distribusi dapat memenuhi syarat-syarat penghematan biaya, pemanfaatan modal, spesialisasi, keorganisasian, fleksibilitas dan pemekaran kesempatan kerja. Menurut Indra Ismawan (2001), pada gilirannya koperasi akan memadukan istilah the bigger is better dengan small is beautiful.



 Berikut ini adalah penjelasan ringkas tentang langkah koperasi untuk menghadapi era-globalisasi:
 
1. Dalam menjalankan usahanya, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan spesifik. Dengan mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi berbeda-beda.

2. Adanya efektifitas biaya transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.

3. Kesungguhan kerja pengurus dan karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.

4. Membagi koperasi menurut beberapa sektor :
·         koperasi produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi,
·         koperasi konsumen atau koperasi konsumsi, dan
·         koperasi kredit dan jasa keuangan 

5. Pemahaman pengurus dan anggota akan jati diri koperasi, pengertian koperasi, nilai-nilai koperasi dan prinsip-prinsip gerakan koperasi harus dijadikan poin penting karena hal itu yang mendasari segala aktifitas koperasi. Aparatur pemerintah terutama departemen yang membidangi masalah koperasi perlu pula untuk memahami secara utuh dan mendalam mengenai perkoperasian.

6. Kegiatan koperasi haru bersinergi dengan aktifitas usaha anggotanya.

7. Koperasi produksi harus merubah strategi kegiatannya dengan mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan tantangan yang dihadapi. 

         Peluang dan Tantangan Koperasi Dalam Era Globalisasi

         Pada saat Indonesia terhantam krisis moneter dan ekonomi, ternyata BUMS dan BUMN/BUMD banyak yang kebakaran jenggot karena terlilit hutang yang luar biasa besar sehingga terancam atau bahkan benar-benar bangkrut.

         Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) yang biasanya dianggap tidak menghasilkan pendapatan yang menyokong perekonomian nasional dan cenderung dikesampingkan malah berhasil mempertahankan eksistensinya  dalam keadaan ekonomi yang dilanda badai krisis. Dengan demikian sektor UKMK yang  dapat menjadi pengganjal untuk tidak terjadinya kebangkrutan perekonomian, bahkan sebaliknya dapat diharapkan sebagai motor penggerak roda perekonomian nasional untuk keluar dari krisis. Sebagai contoh banyak peluang pasar yang semula tertutup sekarang menjadi terbuka. Contohnya, akibat mahalnya harga obat, yang sebagian besar masih harus diimpor, produsen jamu (ada yang membentuk koperasi) mendapat kesempatan memperlebar pasarnya dari pangsa yang lebih menyerupai “ceruk pasar” menuju kepada pasar yang lebih bermakna.

         Seandainya globalisasi benar-benar terwujud sesuai dengan skenario terjadinya pasar bebas dan persaingan bebas, maka bukan berarti tamatlah riwayatnya koperasi. Peluang koperasi untuk tetap berperan dalam percaturan perekonomian nasional dan internasional terbuka lebar asal koperasi dapat berbenah diri menjadi salah satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan pelaku ekonomi lainnya.

         Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relatif berat, karena kalau tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi, maka koperasi dapat tergusur dalam percaturan persaingan yang makin lama makin intens dan mengglobal. Kalu kita lihat ciri-ciri globalisasi dimana pergerakan barang, modal dan uang demikian bebas dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama, maka tidak ada alasan bagi suatu negara untuk “meninabobokan” para pelaku ekonomi (termasuk koperasi) yang tidak efisien dan kompetitif.

 Kesimpulan:
Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, saya rasa koperasi pun mampu setidaknya menghadapi era globalisasi saat ini, bukan malah terseret arus globalisasi yang berdampak koperasi akan tenggelam. Mari kita benahi koperasi sejak dini, karena koperasi di Indonesia juga merupakan jati diri dan kebanggaan bersama milik bangsa.


Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar