Nama: Aditya Siswantara
Kelas: 2EB01
NPM: 2021 2254
Kelas: 2EB01
NPM: 2021 2254
Fenomena ekonomi abad ke-20 telah
mengubah dunia, fenomena itu tak lain dan tak bukan adalah Era Globalisasi yang telah
mengguncang kegiatan perekonomian dunia. Era ini ditandai dengan perdagangan
bebas tanpa mengenal perlakuan khusus bagi domestik dan dimudahkannya barang
asing dengan kualitas yang baik memenuhi pasar lokal. Banyak Badan Usaha Di
Indonesia tentu tidak siap dengan persaingan kualitas antar produk yang
mencengangkan ini, bahkan mungkin beberapa Badan Usaha terancam atau sudah
bangkrut, termasuk Koperasi.
Globalisasi
Globalisasi
membuat Pergerakan barang, uang dan modal berjalan dengan bebas, hal ini
membuat perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing menjadi sama. Era
ini menjadi batu sandungan bagi
masyarakat, pemerintah dan dunia usaha. Masyarakat domestik tidak mampu untuk
membendung aliran globalisasi di sekitar mereka, salah satunya jalan adalah
mengatasinya, bukan menghindarinya, untuk itu diperlukan antisipasi dan
persiapan diri terhadap bahaya-bahaya globalisasi.
Koperasi
dan UMKM sebagai pelaku usaha diharuskan bisa cepat mereaksi dan menyiapkan
solusi-solusi untuk menghadapi globalisasi. Bukan berpangku tangan dan
menggerutu bahwa kita belum mampu melawan globalisasi tanpa punya kemauan untuk
berusaha dan berkeringat, tidak akan ada lampu terang bila Koperasi dan UMKM
tidak bisa menyalakannya sendiri.
Komentar-komentar
pedas pun keluar dari mulut kalangan akademisi, para pelaku bisnis, maupun
pengamat ekonomi. Banyak yang dengan keras menyuarakan ketidaksiapan menatap
perdagangan bebas dengan Republik Rakyat Cina (ACFTA), selidik punya selidik,
ternyata yang bersuara paling keras adalah pengamat, bukan pelaku bisnis.
Kita
telah mengetahui sebelumnya bahwa globalisasi ekonomi telah menjadi pakem
perdagangan dunia, tetapi sistem ini membawa dampak yang penuh masalah.
Kelompok anti globalisasi percaya kalau liberalisasi ekonomi cuma menguntungkan
pihak yang kuat dalam finansial pra globalisasi dan melumpuhkan pihak-pihak
yang kontribusi pendapatannya menengah ke bawah, tingkat transaksi yang terus
melemah setiap hari terus menurun, negara berkembang terus digerus pasarnya
oleh negara maju dan mereka sangat bergantung terhadap produk dari negara itu
sehingga neraca perdagangan negara-negara berkembang pada umumnya menunjukkan
angka impor (dalam satuan kurs negara masing-masing) yang luar biasa dahsyat,
hal itu menghancurkan struktur ekonomi negara berkembang dan menciptakan
ketergantungan struktural terhadap negara maju, negara berkembang yang tak
mampu menyelesaikan kegiatan ekonomi secara makro akan mengalami defisit
anggaran dan mereka akan meminjam dana kepada negara maju, hal itu menyebabkan
negara berkembang tak mampu untuk menata struktur perekonomian mereka
dikarenakan hutang yang selalu menjadi prioritas penggunaan Anggaran Dasar
Negara demi pembayaran.
Datangnya
globalisasi tahap demi tahap dengan tingkat resiko yang berbeda-beda haruslah
disikapi dengan persiapan tinggi, kegiatan yang harus dilakukan oleh
Perusahaan-Perusahaan Domestik menurut saya adalah memperbaiki kualitas produk
dan menetapkan harga yang bersaing serta promosi yang menarik, sehingga
perdagangan bebas Indonesia dengan Cina pasca ditetapkannya ACFTA tidak terlalu
mempengaruhi pendapatan Perusahaan-Perusahaan domestik, sehingga tidak
menimbulkan kesengsaraan disaat Produsen lokal melakukan persaingan ketat di
pasar
Murahnya produk dari Cina memang menguntungkan konsumen di dalam negeri
karena masyarakat yang berpendapatan rendah dapat membeli barang yang ia
inginkan tanpa harus menguras kantong mereka, alangkah baiknya bila produk
dalam negeri mampu menyaingi harga produk-produk Cina sehingga terjadi take and gift antara sesama masyarakat
Indonesia, sehingga perputaran uang yang terbesar terjadi pada masyarakat
domestik sehingga terjadi ke sejahteraan seluruh masyarakat.
Koperasi
di Era Globalisasi
Adanya
beberapa koperasi di sekitar kita mempunyai peran dan manfaat yang tingkatannya
berbeda-beda. Hal tersebut telah tercantum dalam tiga tingkat bentuk eksistensi
koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999) :
Pertama, koperasi dilihat sebagai lembaga yang
menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut
diperlukan oleh masyarakat . Kegiatan usaha yang dijalankan tadi dapat dicontohkan seperti: pelayanan kebutuhan
uang (baik sebagai modal usaha atau memperbanyak aktiva) atau perkreditan, kegiatan
pemasaran, serta kegiatan lain. Pada umumnya, dalam tingkatan ini koperasi menjadi penyedia layanan kegiatan
usaha yang tidak diberikan oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain
tidak dapat melaksanakannya dikarenakan adanya hambatan dalam hal peraturan.
Peran koperasi seperti ini juga terjadi
jika memang pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari
lembaga lain selain jenis badan usaha tersebut. Hal ini dapat dilihat pada
peran beberapa Koperasi Kredit dalam menyediakan dana, koperasi tersebut
memberikan metode-metode yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan
prosedur yang harus diselesaikan untuk memperoleh dana dari bank. Hal lain yang
menyebabkan aksesibilitas kepada koperasi lebih tinggi dapat dilihat pada
beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat
untuk menikmati pelayanan dari lembaga lain selain koperasi yang berada di
wilayahnya.
Kedua, koperasi sudah menjadi wujud
alternatif dibandingkan lembaga usaha lain. Dalam keadaan ini, masyarakat telah
merasakan dan kemudian menganggap bahwa manfaat dan peran koperasi yang lebih
baik dibandingkan dengan lembaga lain adalah fakta. Keterlibatan anggota (atau
juga bukan anggota) dengan lingkungan koperasi adalah karena pertimbangan
rasional yang melihat koperasi mampu memberikan suatu pelayanan yang lebih
baik. Koperasi yang telah berada pada kondisi tersebut dinilai sudah mencapai
suatu ‘tingkatan’ yang lebih tinggi dilihat dari perannya untuk kemajuan
masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu
diidentifikasikan mampu untuk terus memberi manfaat dan peran yang terasa lebih
tinggi dibandingkan dengan lembaga usaha yang lainnya, demikian pula dengan
Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi dapat menjadi organisasi
yang dimiliki oleh anggotanya. Rasa memiliki ini dinilai telah menjadi penyebab
utama yang membuat koperasi mampu terus menjaga eksistensi pada berbagai kondisi yang menyudutkan
badan-badan usaha yang ber-skala usaha kecil hingga menengah, koperasi
menggunakan loyalitas anggota sebagai senjata utama dan kesungguhan anggota
untuk bersama-sama menghadapi kesulitan koperasi . Sebagai contoh kasus, saat
kondisi perbankan menjadi tidak stabil dikarenakan tingkat bunga yang sangat
tinggi, loyalitas para anggota Kopdit menyebabkan anggota tersebut tidak
memindahkan dana yang ada di koperasi kepada rekening bank. Pertimbangannya
adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan dalam jangka waktu yang
lama, telah diketahui dari pelayanan, kemampuannya
melayani dapat dijalankan dengan penuh ketulusan karena koperasi merupakan
organisasi ‘milik’ anggota, dan anggota cenderung menjauh dari ketidak-pastian
dari dayatarik bunga bank. Berdasarkan ketiga kondisi yang telah disebutkan di
atas, maka wujud peran yang diharapkan sebenarnya adalah agar koperasi dapat
menjadi organisasi milik semua anggota sekaligus mampu menjadi alternatif yang lebih
baik dibandingkan dengan lembaga lain dikarenakan ketidaktergantungan pada
spekulasi-spekulasi yang dilakukan apabila bertransaksi oleh Bank.
Jadi secara gamblang memang terlihat bahwa Koperasi Indonesia mempunyai peran
yang penting untuk masyarakat Indonesia dan anggota koperasi harus disokong
guna menghadapi era globalisasi dimana kondisi ini menyebabkan semakin banyak
pesaing ekonomi yang bermunculan dari luar negeri. Dalam keadaan sesulit
apapun, keberadaan koperasi masih sangat penting dan sangat diperlukan oleh
masyarakat Indonesia karena koperasi selalu berkomitmen dalam usahanya
mensejahterakan rakyat Indonesia. Selain itu koperasi
tidak harus lenyap apabila kalah saing, perubahan orientasi pasar dapat
dilakukan sehingga koperasi dapat berbaur atau mengikuti trend negara lain dan
masih dapat bertahan dengan menjalankan fungsi-fungsinnya selama ini dengan
beberapa penyesuaian demi mengambil beberapa persen pangsa pasar.
Harapan
dan Kecemasan akan Globalisasi
Globalisasi membawa sejumlah proses percepatan interaksi yang memiliki ruang
lingkup luas di dalam bidang ekomomi, politik, teknologi, sosial dan budaya.
Globalisasi merupakan sebuah kata yang digunakan untuk menggambarkan multi
lapis dan multi dimensi proses dan fenomena hidup yang sebagian besar didorong
oleh Bangsa Barat dan khususnya kapitalisme beserta nilai-nilai hidupnya dan
pelaksanaannya (Samuel M. Makinda dalam Dochak Latief, 2000).
Dilihat dari sudut pandang ekonomi, definisi globalisasi pada intinya adalah
peningkatan interaksi dan integrasi di dalam perekonomian baik di dalam maupun
antar negara, yang meliputi aspek-aspek investasi, perdagangan, perpindahan
faktor-faktor produksi dalam bentuk migrasi tenaga kerja dan penanaman modal
asing, keuangan dan perbankan internasional serta arus devisa (Mahmud Toha,
2002). Interaksi ekonomi antar Negara yang dimaksud mencakup aliran arus
keuangan, perdagangan, dan produksi, sedangkan integrasi memiliki arti bahwa
perekonomian domestik atau nasional pada setiap negara secara efektif merupakan
bagian yang tidak terpisah dan tidak dapat terseparasi dari satu perekonomian
tunggal dunia.
Jadi definisi integrasi lebih keras/tegas dibandingkan interaksi. Berdasarkan
kedua kata yang dibahas tadi, dapat disimpulkan definisi globalisasi ekonomi
adalah suatu keadaan yang menyebabkan perekonomian lokal dan nasional terintegrasi dalam satu
perekonomian tunggal yang bersifat global.
Langkah-Langkah
Antisipatif Koperasi Dalam Globalisasi
E.F. Schumacher (1978) berpendapat bahwa small is
beautiful. John
Naisbitt (1944) merasa percaya bahwa masa depan perekonomian global berada
ditangan unit usaha yang kecil, otonom, namun padat teknologi. Dari kedua
pendapat tersebut mendorong keyakinan kita bahwa sektor-sektor usaha kecil di
Indonesia perlu diberi kesempatan untuk berperan lebih banyak. Oleh karena itu.
paradigma pengembangan ekonomi rakyat layak diaplikasikan dalam tatanan
praktis. Pendapat A.P.Y. Djogo (dalam Mubyarto, 1999) perlu dikemukakan yang
menganalisis perbedaan antara“ekonomi rakyat” dan “ekonomikonglomerat” dengan
kesimpulan bahwa, jika ekonomi konglomerat “sejak dari sananya” adalah “ekonomi
pertumbuhan”, maka ekonomi rakyat adalah “ekonomi pemerataan”.
Keistimewaan koperasi adalah tidak dikenal adanya majikan dan buruh, serta tidak ada
istilah pemegang saham mayoritas. Semua anggota berposisi sama, dengan hak
suara sama. Oleh karena itu, apabila aktivitas produksi yang dilakukan koperasi
ternyata dapat memberi laba finansial, semua pihak akan turut menikmati laba
tersebut.
Untuk mengembangkan koperasi banyak hal yang perlu dibenahi, baik keadaan
internal maupun eksternal. Di sisi internal, dalam tubuh koperasi masih banyak
virus yang merugikan. Yang paling berbahaya adalah penyalahgunaan koperasi
sebagai wahana sosial politik.
Manuver koperasi pada akhirnya bukan ditujukan untuk kemajuan koperasi dan
kesejahteraan anggota, melainkan untuk keuntungan politik kelompok tertentu..
Sebagai contoh, misalnya KUD (Koperasi Unit Desa) diplesetkan menjadi “Ketua
Untung Dulu”, tentunya menggambarkan adanya pihak yang lebih diuntungkan koperasi yaitu para elit
pengurusnya (Indra Ismawan, 2001). Parahnya lagi para pengurus koperasi
kadangkala merangkap jabatan birokratis, politis atau jabatan kemasyarakatan, sehingga terjadinya
konflik peran. Konflik yang berlatarbelakang nonkoperasi dapat terbawa kedalam
lembaga koperasi, sehingga mempengaruhi citra koperasi.
Dari sisi eksternal, terdapat semacam ambiguitas pemerintah dalam konteks
pengembangan koperasi. Karena sumberdaya dan budidaya koperasi lebih di
alokasikan untuk menguraikan konflik-konflik sosial politik, maka agenda ekonomi
yang konkret tidak dapat diwujudkan. Koperasi jadi impoten, dimana fungsi sebagai
wahana mobilisasi dan perjuangan perekonomian rakyat kecil tidak
berjalan. Jadi langkah pertama dalam pembenahan koperasi adalah kesanggupan untukmerestrukturisasi hambatan internal, dengan mengkikis habis segala konflik yang
ada.
Untuk mengganti mentalitas anggota yang oportunitis, dibutuhkan upaya
penumbuhkembangan etos dan mentalitas kewirausahaan para pengurus dan anggota
koperasi. Langkah-langkah inovasi usaha perlu terus ditumbuhkembangkan. Kedua,
pembenahan manajerial. Manajemen koperasi di masa mendatang diharuskan terus melakukan pengarahan
fokus terhadap pasar, mempunyai sistem pencatatan keuangan yang baik, serta menyiapkan perencanaan
arus kas dan kebutuhan modal mendatang. Ketiga, strategi integrasi keluar dan
kedalam, dalam integrasi ke luar, dibutuhkan kerjasama terspesialisasi antar
koperasi maupun kerjasama dengan para pelaku lainnya dengan prinsip saling
menguntungkan, sementara yang dimaksud integrasi ke dalam adalah munculnya tuntutan kepada koperasi agar menempatkan anggotanya sebagai
pelaku aktif dalam proses produksi dan distribusi dapat memenuhi
syarat-syarat penghematan biaya, pemanfaatan modal, spesialisasi,
keorganisasian, fleksibilitas dan pemekaran kesempatan kerja. Menurut Indra
Ismawan (2001), pada gilirannya koperasi akan memadukan istilah the bigger is better dengan small is beautiful.
Berikut ini adalah penjelasan ringkas tentang langkah
koperasi untuk menghadapi era-globalisasi:
1. Dalam
menjalankan usahanya, pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan
kolektif anggotanya dan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses untuk menemukan
kebutuhan kolektif anggota sifatnya kondisional dan spesifik. Dengan
mempertimbangkan aspirasi anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan
kolektif setiap koperasi berbeda-beda.
2. Adanya efektifitas biaya transaksi
antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil jika
dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.
3. Kesungguhan kerja pengurus dan
karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus
koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
4. Membagi
koperasi menurut beberapa sektor :
·
koperasi
produsen atau koperasi yang bergerak di bidang produksi,
·
koperasi
konsumen atau koperasi konsumsi, dan
·
koperasi
kredit dan jasa keuangan
5. Pemahaman pengurus dan anggota akan
jati diri koperasi, pengertian koperasi, nilai-nilai koperasi dan
prinsip-prinsip gerakan koperasi harus dijadikan poin penting karena hal itu
yang mendasari segala aktifitas koperasi. Aparatur pemerintah terutama
departemen yang membidangi masalah koperasi perlu pula untuk memahami secara
utuh dan mendalam mengenai perkoperasian.
6. Kegiatan koperasi haru bersinergi dengan
aktifitas usaha anggotanya.
7. Koperasi produksi harus merubah
strategi kegiatannya dengan mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan
tantangan yang dihadapi.
Peluang dan
Tantangan Koperasi Dalam Era Globalisasi
Pada saat Indonesia terhantam krisis moneter dan ekonomi, ternyata BUMS dan
BUMN/BUMD banyak yang kebakaran jenggot karena terlilit hutang yang luar biasa
besar sehingga terancam atau bahkan benar-benar bangkrut.
Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi (UKMK) yang biasanya dianggap tidak
menghasilkan pendapatan yang menyokong perekonomian nasional dan cenderung
dikesampingkan malah berhasil mempertahankan eksistensinya dalam keadaan ekonomi yang dilanda badai krisis.
Dengan demikian sektor UKMK yang dapat menjadi pengganjal untuk tidak
terjadinya kebangkrutan perekonomian, bahkan sebaliknya dapat diharapkan
sebagai motor penggerak roda perekonomian nasional untuk keluar dari krisis.
Sebagai contoh banyak peluang pasar yang semula tertutup sekarang menjadi
terbuka. Contohnya, akibat mahalnya harga obat, yang sebagian besar masih harus
diimpor, produsen jamu (ada yang membentuk koperasi) mendapat kesempatan
memperlebar pasarnya dari pangsa yang lebih menyerupai “ceruk pasar” menuju
kepada pasar yang lebih bermakna.
Seandainya globalisasi benar-benar terwujud sesuai dengan skenario terjadinya
pasar bebas dan persaingan bebas, maka bukan berarti tamatlah riwayatnya
koperasi. Peluang koperasi untuk tetap berperan dalam percaturan perekonomian
nasional dan internasional terbuka lebar asal koperasi dapat berbenah diri
menjadi salah satu pelaku ekonomi (badan usaha) yang kompetitif dibandingkan
pelaku ekonomi lainnya.
Tantangan untuk pengembangan masa depan memang relatif berat, karena kalau
tidak dilakukan pemberdayaan dalam koperasi, maka koperasi dapat tergusur dalam percaturan
persaingan yang makin lama makin intens dan mengglobal. Kalu kita lihat
ciri-ciri globalisasi dimana pergerakan barang, modal dan uang demikian bebas
dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama,
maka tidak ada alasan bagi suatu negara untuk “meninabobokan” para pelaku
ekonomi (termasuk koperasi) yang tidak efisien dan kompetitif.
Kesimpulan:
Dengan pertimbangan-pertimbangan di
atas, saya rasa koperasi pun mampu setidaknya menghadapi era globalisasi saat
ini, bukan malah terseret arus globalisasi yang berdampak koperasi akan
tenggelam. Mari kita benahi koperasi sejak dini, karena koperasi di Indonesia
juga merupakan jati diri dan kebanggaan bersama milik bangsa.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar