Jumat, 29 November 2013

Tulisan untuk Ekonomi Koperasi ke-10. Cinta Abadi




Nama: Aditya Siswantara
Kelas: 2EB01
NPM: 2021 2254

-Ini bukan tulisan yang saya buat, saya hanya membantu menyebarkan saja-

Karena meyakini bahwa hidup penuh dengan pesan-pesan kebijakan, ada saja kejadian yang membuat saya berefleksi. Kalau kejadian tersebut hanya hadir sekali dua kali, mungkin nilai pesannya biasa-biasa saja. Akan tetapi, kalau ia hadir hampir setiap minggu, dalam kurun waktu yang lama, bisa jadi ada kekuatan yang membuat saya harus berbagi kejernihan di sektor yang satu ini.

Hampir setiap minggu, saya dihadang keluhan orang yang tidak mencintai dirinya sendiri. Ada yang menyebut badannya kurang langsing, mukanya kurang lancip, matanya terlalu besar. Ada juga yang mengeluhkan karir dan hidupnya yang begitu-begitu saja. Sampai dengan keluarga yang tidak mendukung. Digabung menjadi satu, maka jadilah kehidupan orang-orang seperti ini, mirip dengan kehidupan yang memukuli diri sendiri.

Jika benar badan ini terdiri dari badan kasar dan badan halus, dengan pemberontakan terakhir, sekilas kita memang seperti tidak melakukan apa-apa terhadap badan kasar kita ini. Namun, karena pemberontakan tadi berpengaruh langsung terhadap badan halus, yang pada ikatannya mempengaruhi juga badan kasar, maka praktis kegiatan memukuli diri sendiri ini, bukan hanya dalam pengandaian semata. Ia juga bermakna riil.

Ini juga yang bisa menjelaskan, kenapa orang-orang yang jarang dan tidak
pernah bersyukur, memiliki keceriaan wajah yang teramat berbeda dengan mereka yang rajin bersyukur. Ini juga yang menyebabkan, kenapa orang-orang yang memberontak terhadap dirinya sudah sampai di neraka sebelum
meninggal, sementara mereka yang penuh syukur sudah sampai di surga sebelum kematian memanggil.

Dulu, ketika pertama kali membaca karya fisikawan Einstein, yang mengemukakan bahwa yang riil hanyalah sebuah tipuan, saya sempat termenung lama tidak mengerti. Sekarang, ketika hubungan antara badan halus dan badan kasar sebagian bisa dimengerti, baru saya bisa memahami konsep Einstein ini. Badan kasar (baca : badan riil) amat besar dipengaruhi oleh badan halus (baca : badan yang tidak kelihatan). Lebih dari sekadar berpengaruh terhadap badan kasar, badan halus juga bisa membawa dan menarik kita pada serangkaian penentuan kegiatan dalam kehidupan.

Mirip dengan makanan untuk badan kasar, kalau makanannya bersih dan bergizi, maka badanpun jadi sehat. Demikian juga dengan badan halus, bilapemberontakan terhadap diri sendiri terus terjadi, tidak saja badan halus jadi sakit-sakitan. Ia juga menarik dan membawa kita ke dalam serangkaian kehidupan sebagaimana kita keluhkan.

Sudah banyak kehidupan orang dan kehidupan saya sendiri yang menjadi saksi
dan bukti dari keyakinan terakhir. Sahabat yang membenci ayahnya beristri
dua, akhirnya memiliki suami yang juga beristri dua. Rekan yang sebenarnya
gagah dan ganteng ketika muda, kemudian jadi cepat tua dan tidak menarik,
karena sejak kecil tidak pernah puas pada badannya sendiri.

Belajar dari semua ini, saya tidak pernah bosan untuk sesering mungkin
mengajak orang untuk jatuh cinta pada diri sendiri. Izinkan saya bertutur
sekelumit kehidupan saya ke Anda. Saya lahir sebagai bungsu dari tiga
belas bersaudara ? sekali lagi tiga belas bersaudara. Di masa kecil sampai
umur 27-an sempat minder berat karena bentuk hidung dihina orang. Pernah
heran dan teramat kagum dengan rekan-rekan SMP dan SMU yang bisa berbicara
di depan umum tanpa beban berarti. Ketika baru belajar berbicara di depan
umum, teramat sering dihina orang. Dan sampai sekarangpun hinaan orang
masih datang.

Akan tetapi, ketika menyadari pentingnya jatuh cinta pada diri sendiri,
telah lama saya belajar memandikan badan halus dengan obat mujarab yang
bernama rasa syukur. Setiap kali makan, baik makan besar maupun makan
kecil, selalu saya sisakan sekelumit makanan di pinggir piring sebagai
ungkapan rasa syukur. Setiap kali mencium pipi anak-anak kesayangan saya
di rumah, hati saya berucap syukur ke Tuhan. Setiap malam ketika melihat
isteri sedang tidur pulas, dengan perasaan tulus ke Tuhan saya berucap
terimakasih karena diberikan teman hidup yang amat mengagumkan. Apa lagi
kalau dianugerahi rezeki-rezeki besar lainnya. Singkat kata, kemana mata
saya memandang hanya ada syukur. Kemana telinga mendengar hanya ada
syukur. Sehingga dalam totalitas, jadilah kehidupan saya sebagai kehidupan
penuh dengan rasa syukur.

Anda tentu bertanya tentang hasilnya. Kesehatan, sangat dan teramat
membaik setelah belajar jatuh cinta pada diri sendiri. Rezeki memang bukan
urusan kita, namun inipun bergerak naik, bahkan kadang melampaui
batas-batas yang pernah saya bayangkan. Kedekatan dengan anak dan isteri,
jauh sekali membaik. Kekaguman dari orang lain, ini juga membaik.

Coba Anda puji seseorang secara wajar dan tulus. Bukankah wajah orang tadi
terlihat lebih simpatik dan berseri setelah dipuji ? Demikian juga dengan
diri sendiri. Jatuh cinta pada diri sendiri, memuji diri di depan kaca,
apa lagi plus rasa syukur, juga membuat wajah dan kehidupan kita lebih
simpatik dan berseri.

Bagi Anda yang pernah merasakan indahnya jatuh cinta, demikian juga
rasanya kehidupan yang disertai kesediaan untuk belajar jatuh cinta pada
diri sendiri. Bedanya, kalau jatuh cinta pada orang lain mengenal
permulaan dan perpisahan, jatuh cinta pada diri sendiri akan menjadi kisah
cinta sepanjang usia. Anda tertarik ?

"Penulis pengalaman hidup ini adalah rintik hujan yang membasahi bumi, kecil, sedikit tapi berarti"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar