Jumat, 29 November 2013

Tulisan untuk Ekonomi Koperasi ke-24. Takkan Pernah Sebanding



Nama:   Aditya Siswantara
Kelas:    2EB01
NPM:    20212254

-Ini bukan tulisan yang saya buat, saya hanya membantu menyebarkan saja-



Takkan Pernah Sebanding

Sobat, pernahkah dirimu merasakan apa yang sedang kurasakan saat ini?
Rasa bersalah yang teramat sangat. jauh dari orang tua yang sekarang hanya tinggal berdua.
Tak ada lagi putera-puteri yang tersisa. semuanya berada dalam radius yang sangat jauh,
menempuh episode kehidupan masing-masing. Betapa sepinya mereka.

Sewaktu bayi, entah berapa kali kita mengganggu tidur nyenyak ayah
yang mungkin sangat kelelahan setelah seharian bekerja untuk memenuhi
kebutuhan kita. Mungkin juga kotoran kita ikut tertelan Ibu ketika kita
buang "pup" di saat ibu sedang makan. Ibu juga tidak peduli ketika
teman-temannya marah karena membatalkan acara yang sangat penting
karena tiba-tiba anaknya sakit. Kekhawatiran demi kekhawatiran tiada pernah
henti mengunjungi mereka setiap kali kita melangkah.

Beranjak dewasa, betapa tabahnya ayah dan Ibu menerima pembangkangan
demi pembangkangan yang kita lakukan. Mereka hanya bisa mengelus dada
karena teman-teman di luar sana lebih berarti daripada mereka. Jarang sekali
sekali kita mau menyisakan waktu untuk menyelami mimik wajah mereka
yang penuh kecemasan ketika kita pulang telat karena ayah dan ibu selalu
menyambut kita dengan senyum.

Sobat, pernahkah dirimu bangun tengah malam dan mendengar tangisan
Ibu dalam doanya seperti yang pernah aku dengar? Tangisan dan doa itulah
yang mengantar kesuksesan kita. Pernahkah kita tahu Ayah dan ibu
terluka dan mengiba kepada Allah agar kita jangan dilaknat karena perbuatan dosa
dan kesalahan-2 yang kita lakukan, agar Allah mau
mengampuni kita dan memberikan kehidupan terbaik untuk kita?

Pernahkah kita berterimakasih ketika kita dapati ayah dan ibu berbicara berbisik-bisik
karena takut membangunkan kita yang tertidur kelelahan?
Pernahkah kita menghargai patah demi patah kata yang mereka susun
sebaik mungkin untuk meminta maaf karena mereka tidak sengaja memecahkan atau merusak
benda kesayangan hadiah ulang tahun dari teman kita?
Pernahkah kita menyesal karena lupa menyertakan mereka di dalam doa?

Ah, Sobat, betapa tak sebanding cinta dan pengorbanan mereka dengan balasan kasih sayang
yang kita berikan. Setelah dewasa dan bisa "menghidupi" diri sendiri, kita masih bisa melenggang ringan meninggalkan mereka (mereka ikhlas asal kita bahagia).

Lalu?
Mungkinkah kita bisa seperti Ismail  yang merelakan dirinya disembelih  ayah kandung demi menuruti perintah Allah? Atau seperti Musa yang dihanyutkan ketika bayi?

Ternyata kita masih sangat jauh...
Lalu bakti seperti apakah yang bisa kita persembahkan?

Sobat, bantu aku agar optimis!
Ya! masih banyak waktu untuk membahagiakan mereka. Hal yang terkecil yang bisa kita lakukan adalah: tak mengatakan "tidak" ketika mereka menyuruh atau menginginkan sesuatu  dan segera ambil alat komunikasi, hubungi mereka saat ini juga, sapa mereka dengan hangat,
pastikan nada suara kita bahagia!

Bahagiakan ayah, bahagiakan Ibu!
Mulai dari sekarang, selagi masih  di beri kesempatan.

Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)


“Pembuat renungan ini adalah rintik hujan yang membasahi bumi, kecil, sedikit tapi berarti"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar